JAKARTA, Berita HUKUM - Diskusi Publik, ketika Hukum menghadapi kekuasan, menguji pasal 197 ayat 1 dan 2 KUHP. Terkait putusan terhadap mantan Kabag Reskrim Komjen Susno Duadji. Dialog diadakan di Galery Cafe, Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini Jakarta Pusat, Kamis (14/3).
Banyak kejanggalan terhadap kasus yang menimpa Komjen Purn Susno Djuadi, dari proses penyidikan hingga naik ke memori Kasasi.
Hadir dalam diskusi ini pembicara Prof Yusril Ihza Mahendra, Irjend Purn Arianto Sutadi, Friedrich Yunandi pengacara Susno, Firman Wijaya, dan pengacara Anas Urbaningrum, dengan moderator Aiman Wicaksono, wartawan senior.
Arianto Sutadi, yang merupakan rekan Susno Duaji dahulu di Kepolisian dan saat ini ditunjuk sebagai penasehat hukum Susno Duadji mengungkapkan, bagi saya, kalau orang salah harus ditindak, bukan berarti membela korps atau teman saya Susno, saya pribadi sudah pensiun pada tahun 2010. Kalau orang bukan type koruptor jangan di justifikasi sebagai koruptor.
Bagaimana putusan MA berbunyi permohonan kasasi dari pemohon kasasi I: JPU Jaksel dan II: terdakwa, membebankan pemohon kasasi/terdakwa untuk membayar biaya sebesar Rp. 2500.
Menjelaskan menolak kasasi terdakwa dan tersangka, membebankan kepada tersangka membayar denda 2500, tidak ada perintah untuk masuk ke penjara.
Hanya membayar denda 2500 ini merupakan tangan Tuhan yang memperbaiki putusan itu, bukan saya membela koruptor, dan Susno tidak ada potongan sebagai koruptor.
Proses peradilan brengseknya, dan ini kebenaran Hakiki, hanya berdasarkan seorang saksi yang mengaku memberikan suap, dengan membawakan uang dalam bungkusan.
Yusril Ihza Mahendra dalam diskusi publik ini mengatakan, bahwa saya berpendapat Pak Susno tidak bisa dieksekusi, karena putusan batal demi hukum, Pasal 197 KUHP bahwa dalam sebuah putusan ada perintah penahanan.
"Hanya orang yang tidak ngerti bahasa Indonesia yang tidak paham dengan bunyi pasal 197 ayat 1, dan putusan harus mencatumkan itu, bila tidak batal demi hukum," ujar Yusril.
Batal demi hukum, itulah putusan tidak pernah ada, apanya yang mau di eksekusi. Dalam KUHP putusan segera masuk tidak ada.
Dan pembuktian ditahan ada pada pasal 197 ayat 1 dan 2, dan itu berbeda selama proses pemeriksaan di pengadilan hakim bisa melakukan penahanan.
"Pasal 197 itu perkara sudah selesai, menghukum dengan Ahmad, dengan menggunakan istilah ditahan, maksudnya bukan ditahan, namun di eksekusi,'' terang Yusril kembali.
Kalau tidak ada bunyi perintah penahanan dan eksekusi. Apa wewenang Jaksa melakukan eksekusi penahanan terhadap Susno.
Pertama bunyinya berdasarkan Tuhan yang Maha Esa, nama lengkap, alamat, warga negara dan segera ada perintah menjalankan hukuman disebutkan hukumannya.
Saya Prof dan saya dosen di Medan. Di Medan ada kampus USU, apa saya bisa langsung masuk kampus dan mengajar disitu?
Tidak bisa mentang-mentang saya dosen, saya langsung mengajar, harus ada perintah surat dari Dekan.
Begitu juga Jaksa tidak bisa semena-mena, dan harus ada surat perintah, pungkas Yusril.(bhc/put) |