Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Eksekutif    
KPK
Dikitnya Pegawai KPK, Bukti Masih Setengah Hati Memberantas Korupsi
Friday 06 Jul 2012 10:22:57
 

Ketua Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong, Bertrand de Speville. (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Dalam meberantas korupsi, pemerintah Indonesia dinilai, masih setengah hati oleh mantan Ketua Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hong Kong, Bertrand de Speville.

Hal itu terlihat dari jumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Yang berjumlah 700 orang untuk 200 juta penduduk Indonesia.
"Sangat konyol jika kita berharap KPK memberantas korupsi, sementara infrastruktur untuk menyelesaikannya tidak memadai," kata Bertrand saat menjadi pembicara kuliah umum yang bertema Mereview kinerja dan memperbaiki arah gerakan antikorupsi untuk Indonesia yang lebih bersih di Universitas Paramadina, Jakarta, kemarin.

Bentuk dari lemahnya dukungan pemerintah kepada KPK itu, sambungnya, dapat dilihat dari minimnya jumlah karyawan di KPK. Padahal kebutuhan karyawan di KPK harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan jumlah penduduk Indonesia.

Di Hong Kong, misalnya, dengan 7 juta penduduk, ICAC memiliki 1.300 pegawai. Malaysia dengan penduduk 25 juta, Suruhanjaya Pencegah Rasuah Malaysia (SPRM) memiliki 1.700 pegawai."Sementara di Indonesia, dengan jumlah penduduk lebuh dari 200 juta orang, jumlah pegawai KPK hanya 700. Itu tidak cukup,"tambah Bertrand.

Selain masalah jumlah pegawai, hal yang juga menjadi sorotannya ialah keberadaan kantor KPK yang hanya ada di ibu kota negara, bukan tersebar di berbagai daerah.

Dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan, harusnya KPK punya banyak kantor perwakilan di daerah.Karena itu, jika kekuatan KPK tetap seperti sekarang dan tersentralistik di Jakarta, ia memprediksi KPK akan dituduh tebang pilih kasus. Di saat KPK harus memilah-milah kasus besar-kecil, masyarakat menduga KPK bermain tebang pilih.

"KPK tidak boleh kelihatan memilah korupsi jenis ringan atau penting, atau ada standar ganda dalam memandang suatu kasus. Korupsi kecil dalam jumlah besar sama bahayanya dengan satu korupsi besar," tegasnya.

Tidak ada teladan Mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas yang juga hadir dalam kuliah umum itu menambahkan, masalah pemberantasan korupsi di Indonesia adalah soal ketiadaan pemimpin yang transformasional.Indonesia disebutnya tidak punya tokoh seperti mantan Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew yang bisa memberikan keteladanan hidup sederhana dan tegas menindak."Di Indonesia belum ada tokoh seperti itu. Alhasil, keinginan besar masyarakat memberantas korupsi tidak diakomodasi oleh pemimpin dalam berkomitmen memberantas korupsi," katanya.

Di Indonesia, sambungnya, masih banyak pihak yang resisten terhadap perubahan, terutama pemberantasan korupsi. "Singapura dan Hong Kong pernah masuk jajaran negara yang korup. Namun hanya dalam satu generasi, dua negara itu mampu bertransformasi menjadi antikorupsi. Kuncinya ada di sosok pemimpinnya," terang Erry.

Sebelum ICAC berdiri pada 15 Februari 1974, Hong Kong dikenal sebagai salah satu negara yang paling korup di dunia. Semua lapisan masyarakat di Hong Kong pada waktu itu nyaris tidak ada yang terbebas dari praktik korupsi dan suap.Semua dilakukan dengan terang-terangan, terutama di instansi kepolisiannya. Dalam bekerja, kepala polisi dan para bawahannya tidak ada bedanya dengan cara kerja mafia yang sebenarnya.Hanya dalam tiga tahun sejak berdiri, ICAC langsung mencatat prestasi yang luar biasa karena mampu mengubah kultur suap masyarakat Hong Kong dan menempatkan negara itu di peringkat 13 negara bersih di seluruh dunia.

Alhasil, ICAC menjadi model bagi komisi serupa di negara lain, termasuk Indonesia.(kpk/biz)



 
   Berita Terkait > KPK
 
  KPK Bakal Terbitkan Sprindik Baru untuk Saksi Ahli Prabowo-Gibran di MK,Ali: Sudah Gelar Perkara
  Firli Bahuri Mundur sebagai Ketua dan Pamit dari KPK
  Polda Metro Tetapkan Komjen Firli Bahuri sebagai Tersangka Kasus Peras SYL
  Ungkap Serangan Balik Koruptor, Firli: Kehadiran Saya ke Bareskrim Bentuk Esprit de Corps Perangi Korupsi Bersama Polri
  KPK Serahkan Aset Rampasan Korupsi Senilai Rp57 Miliar kepada Kemenkumham RI dan Kementerian ATR/BPN
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2