BEKASI (BeritaHUKUM.com) - Diganjar predikat kota metropolitan terkotor di Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Saat peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Selasa (5/6) lalu. Harusnya warga Kota Bekasi berbenah diri.
Hal itulah yang diungkapkan Kepala BPLHD Kota Bekasi, Dadang Hidayat. Dirinya berpendapat bahwa, predikat ini merupakan teguran yang keras.
Sebab rasa memiliki warga terhadap Kota Bekasi sangatlah kurang. “ Akibatnya mereka seenaknya saja buang sampah. Padahal sampah yang menumpuk akan menjadi sumber bencana dan penyakit. Masyarakat harus peduli. Percuma kalau pemerintah maksimal, warganya cuek. Perubahan sikap dan prilaku menjadi kunci utama. Pemerintah dan semua stakeholder harus berubah," ujar Dadang saat ditemui wartawan di Kantornya, Kamis (7/6).
Dadang memperkirakan, jebloknya penilaian dikarenakan pengelolaan sampah yang kurang maksimal. Apalagi kapasitas TPA Sumur Batu telah mencapai batas. Pemaksaan kapasitas, dikhawatirkan berakibat fatal. Longsoran sampah sempat terjadi Mei lalu dan menelan seorang korban jiwa.
Sementara itu, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, meminta maaf kepada warga Bekasi atas predikat buruk ini. Namun, Rahmat menilai predikat itu tidak wajar. Dirinya pun menduga, Kementerian Lingkungan Hidup salah menilai.
“ Sebab lingkungan perumahan warga dan jalan raya sudah bagus. Apalagi, titik penilaiannya bertambah dari tahun lalu, sehingga menjadi penyebab sulitnya mengontrol sejumlah titik penilaian. Makanya Kota Bekasi mendapat predikat itu,” ungkap Rahmat.
Kini pihaknya berusaha memerbaiki predikat itu, dengan merubah perilaku dan budaya warga Kota Bekasi. Rahmat pun meminta, kepada warga Kota Bekasi ikut serta dalam pembenahan Kota Bekasi dan ikut menanggung malu terhadap apa yang didapatkan Kota Bekasi.
Berdasarkan data Dinas Kebersihan Kota Bekasi, saat ini masih ada seratusan lebih titik sampah liar di Kota Bekasi . Bayangkan dari 1.500 ton sampah per hari. Baru sekitar 500 ton sampah yang bisa diatasi oleh Dinas Kebersihan. (dbs/wrm)
|