JAKARTA, Berita HUKUM - Kelompok Advokat Nusantara melaporkan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI).
Pelaporan terhadap kedua pejabat pemerintahan kabinet kerja pimpinan Joko Widodo (Jokowi) itu terkait dugaan pelanggaran kampanye, yakni mengacungkan salam satu jari dalam acara IMF-World Bank 2018 yang digelar di Nusa Dua, Bali, Minggu (14/10).
Kuasa hukum pelapor Advokat Nusantara, M. Taufiqurrahman mengatakan, laporan ini dilayangkan untuk memberikan pendidikan politik dan demokrasi yang baik kepada masyarakat.
"Sebagai pejabat negara, harusnya mereka netral, bisa memberi contoh. Satu lagi, kan ada larangan menggunakan fasilitas negara dalam berkampanye," tegas Taufiq, saat mendampingi Dahlan Pido sebagai pihak pelapor yang juga ketua kelompok Advokat Nusantara, di kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (18/10).
Luhut Binsar Pandjaitan dan Sri Mulyani diduga melanggar pasal 282 dan 283 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Menurutnya, aksi salam satu jari tersebut seolah-olah menguntungkan pasangan capres dan cawapres tertentu yang mana kedua pejabat tersebut sebagai pejabat pembantu di pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla.
Sementara, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding mengatakan, apabila ada pihak yang melaporkan hal tersebut itu adalah hak warga negara. Namun Karding meyakini bahwa pengacungan jari satu itu bukan ditujukan seperti yang dituding.
"Namanya dilaporkan ya dihadapi aja, ikuti saja proses yang ada. Yang saya tahu dan saya dengar bahwa pak Luhut itu mengatakan, salam jari satu dalam hal penanganan dan juara 1 Indonesia, kira-kira gitulah," kata Karding kepada wartawan seusai menjadi narasumber dalam diskusi publik ke empat yang diadakan PolMark Indonesia, dengan tema "Dari Pilkada 2015-2018 dan Peta Baru Pilpres 2019" di Jakarta, Kamis (18/10).
Tapi terlepas dari itu, tambah Karding, ada hikmah untuk semua. Ia berharap kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, agar melakukan sosialisasi yang lebih intensif kepada pejabat pemerintahan.
"Saya bukannya apologi. Tapi aturan pemilu kita ini terlalu teknis dan spesifik diatur. Kalau saya sih jangan sampai persoalan teknis mengalahkan subtansi. Tujuan kita ingin pemilihan pilpres yang ide-ide kita dan gagasan kita sampai ke masyarakat, jangan sampai ini terhalang dari itu," ujarnya.(bh/amp) |