JAKARTA, Berita HUKUM - Tak terima dengan pelayanan yang diberikan dokter kepada istrinya hingga menyebabkan kematian, Pandapotan Manurung (41), warga Jl Pancawardi RT 05/11, Kelurahan Kayuputih, Kecamatan Pulogadung melaporkan seorang dokter Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan ke Mapolda Metro Jaya atas dugaan tindakan malpraktik.
Dikatakan Pandapotan, peristiwa ini bermula setelah dirinya ditinggal sang istri tercinta, Ana Marlina Simanungkalit (38) meninggal dunia di RSUP Persahabatan pada 23 Maret 2013 di ruang ICU RSUP Persahabatan. "Saya harus mencari keadilan, sehingga apa yang menimpa istri saya bisa menjadi pelajaran dan tidak dialami orang lain," ujar Pandopotan, Selasa (23/4).
Ia pun mendatangi Mapolda Metro Jaya untuk melaporkan kasus tersebut dengan nomor laporan polisi LP/1316/IV/2013/PMJ/Dit Reskrimum 22 April 2013. "Yang dilaporkan dr Budi Harapan Siregar, TKP RSUP Persahabatan. Adapun korbannya istri saya Ana Marlina Simanungkalit dan terlapor dikenakan pasal 359 KUHP Jo 361 tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian," katanya.
Dia menceritakan, kejadian yang menimpa mendiang istrinya berawal ketika terdapat benjolan di belakang leher istrinya sekitar dua tahun lalu. Karena mengganggu, terutama saat menelan, Ia dan Istrinya sepakat berobat ke RSUP Persahabatan. Oleh petugas rumah sakit, ia dan istrinya diarahkan berobat ke Poli Bedah. "Kita datang ke RSUP Persahabatan tanggal 20 Februari 2013. Oleh petugas loket kami diarahkan ke Poli Bedah," katanya.
Saat di Poli Bedah, kata Pandapotan, ia bertemu dengan dr Budi Harapan Siregar dan segera memeriksa penyakit yang dikeluhkan istrinya. Saat itu, kata Pandapotan, dr Budi menyatakan jika penyakit yang diderita istrinya merupakan tiroid dan harus diangkat dengan cara operasi.
Saat itu, sambungnya, dokter bersikeras agar dilakukan operasi, karena jika tidak, maka akan berkembang menjadi kanker serta menjalar ke bagian tubuh yang lain seperti paru-paru serta akan mengalami kondisi tubuh yang lemas dan lain sebagainya. Lalu, dokter pun memberi rujukan pemeriksaan awal untuk paru, jantung, ginjal dan USG.
Pada tanggal 6 Maret 2013, Ia dan mendiang istrinya kembali datang ke Poli Bedah RSUP Persahabatan dan kembali bertemu dr Budi sambil membawa hasil pemeriksaan USG dan pemeriksaan lain. Saat itu, dokter menyatakan hasil pemeriksaan normal dan pasien bisa dioperasi.
Lalu, pada Senin pagi (11/3) saat dirinya tengah mengurus Kartu Jakarta Sehat (KJS), ia diminta korban datang ke ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) untuk operasi pengangkatan tiroid. Namun, setibanya di ruang IBS, Ia menadapati korban tengah menjalai operasi pengangkatan tiroid. Setelahnya tanpa diberi penjelasan apapun, ia diberikan sebuah botol berisi daging dan cairan yang diasumsikan sebagai tiroid untuk diperiksa ke laboratorium.
Keesokan harinya, atau pada tanggal 12 Maret, karena terus merasakan nyeri, Pandapotan meminta kepada dokter agar korban diberikan obat pereda rasa nyeri yang menurut dokter rasa nyeri itu merupakan efek paska operasi. Sore harinya, karena tak tahan melihat penderitaan sang istri, Pandapotan meminta dr Budi untuk menemui istrinya. Namun, oleh perawat dijawab kalau dokter sedang ada pasien.
Baru pada keesokan harinya lagi sekitar pukul 07.00 Wib, dr Budi menemui korban dan mendiagnosa jika rasa sakit luar biasa yang dirasakan korban disebabkan adanya bekuan darah yang menutup saluran tiroid yang telah diangkat, sehingga harus dibersihkan dengan operasi ulang.
Lalu, dr Budi menjelaskan kepada dirinya bahwa kelenjar tiroid istrinya telah menjadi kanker ganas dan melilit saluran pernafasan serta pencernaannya. "Saat menjelaskan, dr Budi selalu berganti-ganti penjelasan. Awalnya dia bilang saluran pencernaan putus kemudian dia bilang sobek, Ia juga bilang saat itu pasien harus dilakukan perawatan di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) kalau kondisi pasien sudah stabil," katanya, seperti dikutip dari beritajakarta.com.
Korban pun kemudian dirawat di ruang ICU. Lalu, pada tanggal 15 Maret 2013, kata Pandapotan, sempat ada pertemuan antara keluarga besar dengan tim dokter yang dihadiri 8 orang dokter RSUP Persahabatan. Dalam pertemuan itu, Ia sempat mempertanyakan apakah pihak rumah sakit mampu menangani istrinya. Tetapi pihak RS kembali menenangkannya, dan mengatakan saat ini korban tidak bisa diantar ke RSCM karena kondisi kesehatan pasien yang beresiko tinggi. Selanjutnya Pandapotan meminta komitmen apa dari rumah sakit yang bisa membuatnya yakin, dan pihak RS berjanji akan mendatangkanl dokter ahli dari RSCM.
Sementara kondisi pasien saat di ruang ICU mengalami demam cukup tinggi. Ia pun sempat menanyakan soal demam yang cukup tinggi yang dialami korban. Namun, oleh pihak rumah sakit dikatakan jika pasien mengidap diabetes.
Tanggal 23 Maret, dr Budi datang dan mengganti perban dileher pasien dan mengajak Pandapotan keluar dan mengatakan istrinya akan dipasang selang menuju lambung untuk suplai makanan. Tidak lama kemudian Istrinya menggigil, dengan suhu tinggi. Lalu, dr Budi memberi obat untuk menurunkan suhu badan pasien. Tidak lama kemudian, pasien mengalami kejang-kejang hingga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 14.00 Wib.
Sementara itu, saat dikonfirmasi mengenai peristiwa ini, Wakil Kepala Humas RSUP Persahabatan, dr Royen mengatakan, dirinya belum bisa memberikan keterangan maupun konfirmasi. "Kami belum bisa memberikan pernyataan dan masih menunggu arahan dari pimpinan," tandasnya.(brj/bhc/rby) |