JAKARTA, Berita HUKUM - Kasus penggelapan akta dan surat-surat tanah dengan terdakwa Agus Sutanto berbuntut panjang, hingga dugaan mengarah pada keterlibatan oknum jaksa yang semestinya menjalankan aturan hukum yang berlaku.
Pasalnya, 3 orang jaksa selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU), masing-masing yaitu, Yanuar bersama Syahrul dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat (Jakbar) dan Saiful dari Pidana Umum Kejagung ini tidak melaksanakan penetapan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakbar tanggal 14 Agustus 2013.
Adapun isi dari penetapan majelis hakim PN Jakbar tersebut, yakni memerintahkan JPU untuk melakukan penahanan atasa nama terdakwa 1 Agus Sutanto dalam rumah tahanan negara Salemba, Jakarta Pusat, paling lama 30 hari, terhitung sejak tanggl 14 Agustus 2013 sampai 12 September 2013.
Namun yang dilakukan JPU justru membawa terdaka ke RS Pondok Indah untuk dirawat dengan penyakit yang tak jelas. Kemudian dipindah ke RS Abdi Waluyo, Jl. Raden Saleh No. 40, Menteng, Jakarta Pusat.
Keanehan Agus Sutanto sakit mulai terkuak ketika keluarga saksi pelapor melakukan investigasi ke RS Abdi Waluyo tersebut, diman pada tanggal 26 September ketika di cek ks RS Abdi Waluyo, pihak rumah sakit menyatakan pasien bernama Agus Sutanto cuti perawatan. Keluarga pelapor juga menemukan pesien menempati kamar inap Agus Sutanto justru orang lain.
Akibat kongkalikong JPU dengan terdakwa, proses persidangan tidak bisa dilanjutkan karena JPU tak kunjung menghadirkan terdakwa ke persidangan, padahal sebelumnya JPU menuntut terdakwa 2,5 tahun penjara dan perintah segera ditahan.
Sementara itu Jaksa Agung Muda Pidana Umum, Kejaksaan Agung, Mahfud Manan mengatakan bahwa terdakwa memang sakit.
"Orang itu (terdakwa) memang sakit jantung, kita sudah koordinasi," kata Mahfud kepada Wartawan, Senin (4/11) di Jakarta.
Hal ini malah bertolak belakang dengan pengacara pelapor yang mengatakan terdakwa itu sebenarnya hanya berdalih. "Omong kosong saja itu Jampidum, dulu memang pernah operasi jantung tapi sudah sekian tahun yang lalu. Ini rencana putusan tanggal 6 November," kata Daniel Tonapa Masiku yang didampingi Vinsensius HR, dan Bonifasius Gunung selaku kuasa hukum Saksi pelapor.(bhc/mdb) |