BOGOR, Berita HUKUM - Dipicu kontur tanah yang labil, warga di Desa Wangunjaya, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, saat ini mengaku cemas. Pasalnya, permukiman mereka diatas lahan delapan belas hektar, terancam banjir bandang akibat longsor. Hal ini disebabkan bidang tanah terus mengalami pergerakan dan pergeseran.
Akibat longsor tersebut, Sungai Cisarten yang terletak diantara permukiman dan lahan pertanian, terbendung bahkan telah meluap hingga merusak beberapa hektar lahan persawahan milik warga. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu, namun banyak lahan sawah milik warga rusak sehingga mengalami kerugiaan jutaan rupiah.
"Beberapa hari lalu sempat hujannya lumayan lama ditambah dengan angin kencang. Tiba tiba saja air dari kali meluap membawa material sehingga banyak sawah yang rusak, pak. Tidak ada korban tapi banyak petani yang gagal panen," ujar Danil, Badan Pengawas Daerah (BPD), Desa Wangunjaya, Rabu (7/7).
Dia menilai dampak longsor dan banjir bandang itu akibat faktor tanah yang setiap harinya mengalami pergerakan dan pergeseran hingga retak kedalaman mencapai sekitar tiga meter. Peristiwa tersebut membuat ribuan warga Desa Wangunjaya merasa hidupnya terancam karena sampai saat ini belum ada tindakan serius dari pemerintah terkait.
"Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa ada tindakan serius dari pemerintah, kami khawatir keadaannya semakin parah karena takut ada longsor besar dan banjir bandang," ujarnya.
Sementara itu, Hanafi, Kepala Desa Wangunjaya saat dikonfirmasi via telepon seluler mengakui wilayahnya saat ini sedang terancam akibat fenomena alam yang terjadi pada dua pekan terakhir ini. Tanah terus bergerak dan bergeser hingga kedalaman retakannya mencapai kurang lebih tiga meter.
Menurut Hanafi, kejadian longsor selama dua pekan tersebut menyebabkan sejumlah lahan pertanian milik warga rusak. Bahkan longsor yang terjadi secara terus menerus itu membuat Sungai Cisarten yang membentang sepanjang kurang lebih tujuh kilometer itu, saat ini telah terbendung.
"Sungai sudah terbendung delapan puluh meter dan ketinggian dari sungai itu sudah 1,8 meter. Air pun sudah lewat keseberang kali. Yang dikhawatirkan jika hujan turunnya lama tentunya sangat beresiko rentan banjir. Yang diwaspadai sekarang adalah banjir bandangnya," ucap Hanafi.
Dari hasil penelusuran bersama aparat desa dan kecamatan, lanjutnya, tingkat risiko bencana ini akan semakin meningkat, karena fenomena terjadinya pergerakan dan pergeseran tanah tersebut sampai saat ini masih berlangsung.
Kendati demikian, kepala desa meminta setiap warganya selalu waspada dengan setiap faktor pemicu dan gejalanya agar dapat melakukan langkah pencegahan yang tepat.
Adapun langkah dan upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah desa saat ini adalah bersama-sama dengan sejumlah tokoh dan unsur masyarakat bergotong royong membuat posko pemantau darurat, membuat lampu tembak dan pengeras suara.
Sementara itu, H. Edi Suwirta, JZ 10 FF dari salah seorang anggota Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan rekan-rekan di wilayah 05 RAPI Bogor yang bekerjasama dengan Komando Rayon Militer (Koramil) TNI Leuwiliang. yang telah berperan serta dengan menerjunkan rekan-rekan tim RAPI, dengan membangun 3 lokasi Pos Bantuan Komunikasi (Bankom) di sekitar lokasi.
"Sementara ini, selain 3 pos bankom kita mengontrol bila ada pergerakan tanah / longsor lagi dengan memasang bentangan kawat dan benang di sekitar lokasi, bilamana tanah bergerak kawat akan putus, di pasang di beberapa tittik," jelas Wak Edi.
Selain meninjau di lapangan, tim RAPI itu juga terus mengkomunikasikan peristiwa tanah longsor yang bergerak tersebut, kejadian hari pada Jumat (25/6/2021) lalu, sekitar jam 11.00 WIB, yang kini telah terdampak pada lahan seluas sekitar 18-20 hektar. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya bakti sosial dan langkah dalam penanganan ancaman bencana longsor.
Dalam penelusurannya, Wak Edi dan rekan RAPI lainnya di lokasi kejadian, sebanyak tiga desa yang mengalami longsor. "Ketiga desa tersebut adalah Desa Wangunjaya meliputi 3 RW; RW 2, RW 8 dan RW 10 dan desa tetangga di bawahnya, Desa Sadeng Kolot dan Desa Sadeng Babakan di Kecamatan Leuwisadeng kabupaten Bogor," jelas wak Edi.
Kejadian longsor tersebut menyebabkan Sungai Cisarten yang posisinya berada diantara tengah-tengah perkampungan, kondisinya telah terbendung sehingga aliran air sudah tidak berfungsi dengan normal. Sehingga dikhawatirkan jika intensitas hujan tinggi bisa mengakibatkan banjir bandang.
"Sungai tersebut sudah terbendung, dari galangan sungai itu kurang lebih tinggi air 1.8 meter sepanjang sekitar 100 meter. Tanah yang merosot menutup sungai. Meluaplah di hulunya jadi waduk. Air itu bercampur lumpur sudah naik ke persawahan masyarakat. Bilamana waduk itu pecah bisa mengancam tiga desa. Saluran air kebendung. Andaikan kesodet pun, aliran sungai pun sudah tidak berfungsi. Jalan merosot itu selebar kurang lebih 20 hektar," terang JZ10FF yang dikenal dengan panggilan Wak Edi saat ber komunikasi ngebrik dengan rekannya di frequensi radio 2 mater band, beberapa waktu lalu.
Hingga saat ini, dikabarkan belum ada tindakan serius dari Pemerintah daerah kabupaten Bogor maupun dari Pemerintah Pusat untuk menaggulangi ancaman bencana longsor dan banjir bandang tersebut.
"Saat ini yang bisa dilakukan adalah dengan peralatan seadanya yakni alat komunikasi dan alat kontrol seperti kawat dan benang untuk mendeteksi pergerakan tanah," ucap wak Edi.
Sedangkan, menyinggung soal longsor tersebut, Kepala Bagian Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor, Aris, saat dihubungi pewarta BeritaHUKUM via telepon seluler mengungkapkan dari Bulan Juni hingga Juli 2021, pihaknya telah menerima sebanyak dua aduan laporan dari warga terkait longsor tersebut.
"Kami sudah terima laporan dari warga dan laporan tersebut. Laporan kami asisment dan buat kronologisnya selanjutnya kami Koordinasikan dengan Dinas PUPR, karena itu wewenang mereka. Kami hanya sebatas evakuasi jika ada korban," pungkas Aris.
Lebih lanjut Aris mengatakan dalam penanggulangan bencana yang terpenting adalah meminimalisir korban bencana dengan cara melakukan penguatan kapasitas masyarakat.
Dinas PUPR yang akan mengidentifikasi daerah rawan longsor yang sudah dibuat perlu lebih didetailkan mengenai daerah retakan tanah, setelah itu barulah dapat diputuskan mengenai aspek lainnya.
Aris juga mengemukakan akibat sering terjadinya pergerakan dan pergeseran tersebut dapat berpotensi besar terjadinya longsor. Langkah yang bisa ditempuh untuk mengamankan kawasan tersebut adalah memasang alat pendeteksi pergerakan retakan tanah di lokasi retakan. Dan lebih didetailkan mengenai retakan tanahnya, setelah itu barulah dapat diidentifikasi.
"Yang melakukan identifikasi seperti itu adalah wewenang Dinas PUPR. Dan kami saat ini sedang melakukan koordinasi dengan mereka," ucapnya.(bh/hmb) |