Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Nusantara    
Rohingya
Demo di Kedutaan Myanmar, Demonstran Kecam 'Kejahatan terhadap Rohingya'
2017-09-02 13:26:40
 

Tampak suasana aksi demo di depan Kedutaan Myanmar di Jakarta, Sabtu (2/9).(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Seratusan orang yang tergabung dalam perkumpulan lintas profesi mendatangi Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta guna mengecam 'kejahatan terhadap etnik Rohingya'.

Para pendemo, yang terdiri dari sejumlah pemuda, pria paruh baya, hingga ibu rumah tangga, membawa sejumlah poster bertuliskan 'Usir Dubes Myanmar' dan 'Penjarakan Kembali Aung San Suu Kyi'. Mereka memakai busana serbaputih dan atribut muslim.

Bahkan, ada sebuah poster bergambar Aung San Suu Kyi dilengkapi deretan aksara berbunyi 'The Inhuman Lady' (perempuan yang tak berperikemanusiaan).

Dalam aksi tersebut, para pendemo membakar poster bergambar Suu Kyi sebagai ungkapan kekecewaan terhadap mantan aktivis politik yang kini menjadi pejabat pemerintah Myanmar. Pembakaran itu diikuti dengan teriakan "Hidup umat muslim sedunia" dari orator.

Rahmat, yang datang dari Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengaku berkumpul secara spontan.

"Ini aksi solidaritas sesama muslim, kita kan satu akidah. Apalagi (komunitas Rohingya) dibantai di tempat nggak kenal usia, anak-anak, perempuan," katanya.

myanmarHak atas fotoBBC INDONESIA
Image captionBeragam poster berisi kecaman terhadap pemerintah Myanmar dibentangkan di depan Kedubes Myanmar di Jakarta.

Irfan Ghani, pimpinan aksi yang menyebut diri mereka sebagai masyarakat profesional peduli Rohingya, mengaku datang untuk "menyuarakan bahwa kejahatan kemanusiaan terhadap etnik Rohingya sedang dilakukan pemerintah Myanmar".

Dia menuntut agar Duta Besar Myanmar untuk Indonesia menemui mereka, tapi tiada seorangpun dari dalam kedutaan yang muncul. Barisan polisi pun tampak berjaga-jaga di depan pintu kedutaan.

Ketika ditanya apakah pihaknya terdiri dari umat muslim yang mengecam pemerintah Myanmar, Irfan menepis.

"Ini bukan konflik agama. Kita lintas agama, lintas profesi. Kejahatan kemanusiaan tidak membedakan agama dan keyakinan, karena kejahatan kemanusiaan bersifat universal. Kebetulan etnis yang digenosida pemerintah Myanmar adalah umat muslim," kata Irfan kepada BBC Indonesia.

myanmarHak atas fotoBBC INDONESIA
Image captionSeorang pendemo menunjukkan poster bergambar Aung San Suu Kyi dilengkapi deretan aksara berbunyi 'The Inhuman Lady' (perempuan yang tak berperikemanusiaan).

Irfan juga mendorong agar pemerintah Indonesia bersikap tegas terhadap Myanmar.

"Indonesia harus bersuara. Kejahatan kemanusiaan tidak patut dilakukan ketika ingin mempertahankan kekuasaan. Pemerintah Indonesia harus proaktif terhadap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh siapapun di dunia ini, bukan hanya Myanmar. Myanmar adalah yang terdekat," sebutnya.

Lepas dari seruan itu, pemerintah Indonesia telah mendorong Myanmar untuk segera memulihkan stabilitas keamanan di Rakhine dan meminta semua pihak menahan diri.

Pada 31 Agustus lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan berkomunikasi dengan pemerintah Myanmar agar negara itu dapat memberikan perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhin, termasuk komunitas Islam.

myanmarHak atas fotoREUTERS
Image captionPuluhan ribu orang dari komunitas etnik Rohingya mengungs dari Myanmar ke Bangladesh. Di daerah perbatasan, mereka diperintahkan aparat Bangladesh untuk menunggu.

Puluhan ribu mengungsi

Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan hampir 40.000 orang dari etnik Rohingya telah mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus lalu.

Sebagian orang menemui ajalnya dalam upaya pengungsian tersebut. Pada Jumat (01/09), aparat Bangladesh menemukan 40 orang meninggal dunia setelah kapal yang mereka tumpangi untuk menyeberangi Sungai Naf terbalik.

Pelapor khusus PBB soal hak asasi manusia di Myanmar, Yanghee Lee, mengatakan "siklus kekerasan yang memburuk" di Rakhine "sangat memprihatinkan dan harus diselesaikan secepatnya".

Eksodus besar-besaran ini terjadi setelah sekelompok gerilyawan Rohingya, yang menamakan diri Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA), menyerang pos polisi Myanmar sehingga menewaskan 12 orang, pada 25 Agustus. Puluhan militan dilaporkan tewas dalam bentrokan tersebut dan bentrokan susulannya.

Pascaserangan, pengungsi Rohingya yang ditemui di Bangladesh mengaku rumah-rumah mereka dibakar dan banyak orang dibunuh.

Sementara, para pengunjuk rasa juga mendesak agar ASEAN mencabut keanggotan Myanmar karena telah begitu kejam membantai kaum minoritas. Mereka juga mendesak agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ikut menangani secara sungguh-sungguh tragedi kemanusiaan ini. Para demonstran juga mendesak Mahkamah Kejahatan Internasional mengadili para pihak yang bertanggungjawab atas genosida yang dialami muslim Rohingya.

Koodinator aksi, Irfan Gani menyatakan bahwa mereka mendesak aktivis HAM di seluruh dunia harus serius memberikan perhatian dan mencari solusi atas kasus Rohingya ini. Sebagai negara terbesar di ASEAN, menurut Gani, seharusnya pemerintah Indonesia harus tegas dalam bersikap terhadap kasus tragedi kemanusiaan ini. Peserta aksi juga menuntut agar Duta Besar Myanmar untuk Indonesia diusir dari Indonesia.

Aksi dimulai dari pukul 10.00 WIB, Sabtu (1/9). Aksi tersebut dijaga oleh 60 personil kepolisian yang mengamankan Kedubes Myanmar.

Dalam aksi tersebut sempat terjadi ketika ada peserta aksi yang ingin melakukan pembakaran terhadap poster yang dibawa di depan Kedubes Myanmar tersebut. Aksi tersebut juga dihadiri oleh anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno, mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, dan beberapa aktivis lainnya.(dbs/republik/BBC/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Rohingya
 
  Rohingya: 'Lebih Baik Bunuh Kami, Daripada Deportasi Kami ke Myanmar', Permintaan Pengungsi yang Terkatung-katung Hidupnya
  Myanmar: Cerita Para Pengungsi Rohingya yang Terjebak di Pulau Terpencil - 'Kamp Ini Seperti Penjara Besar'
  Aung San Suu Kyi: Dulu Simbol Demokrasi, Kini Dituding Persekusi Muslim Rohingya
  Muslim Rohingya Tuntut Keadilan di Mahkamah Internasional: 'Myanmar Harus Bertanggung Jawab Terjadinya Genosida'
  Krisis Rohingya: Demonstrasi Tandai Peringatan 2 Tahun di Pengungsian
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2