JAKARTA, Berita HUKUM - Defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal II-2018 kembali melebar. Data Bank Indonesia (BI) memperlihatkan Current Account Deficit (CAD) mencapai 3 % dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau tertinggi sejak kuartal II-2014.
Tercatat, defisit sepanjang kuartal II mencapai US$ 8 miliar atau lebih tinggi dari periode kuartal I yang mencapai US$ 5,7 miliar. Angka ini juga lebih besar dibandingkan kuartal II-2017 yang hanya US$ 5 miliar.
"Defisit transaksi berjalan tercatat US$ 8 miliar atau 3% dari PDB pada kuartal II-2018," kata Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Yati Kurniati di Gedung BI, Jumat (10/8)
Penyebab dari melebarnya defisit ini terindikasi akibat meningkatnya defisit perdagangan hingga aliran modal asing yang keluar. Selama periode April-Juni 2018, defisit perdagangan Indonesia mencapai US$ 1,33 miliar. Tingginya impor di periode tersebut, dipengaruhi permintaan barang konsumsi dan bahan baku.
Di sisi lain, pada periode tersebut bertepatan dengan perayaan ramadhan dan lebaran. Akibatnya defisit neraca perdagangan pun tak terhindarkan. Belum cukup disitu, dari sisi portofolio juga menunjukkan aliran modal asing yang keluar lebih mendominasi.
Di pasar saham misalnya, aksi jual investor asing mencapai Rp 25,92 triliun. Penyebab utamanya yaitu arah kebijakan moneter The Federal Reserve/The Fed yang agresif. Sejak medio Maret hingga Juli, the Fed telah menaikkan suku bunga acuan hingga 50 bps. Kenaikan ini masih bisa berlanjut, terlebih dengan melihat data-data ekonomi Negeri Paman Sam.
Produk Domestik Bruto (PDB) AS di kuartal II-2018 tumbuh sebesar 4,1% quarter-to-quarter (QtQ) atau sesuai konsensus yang dihimpun oleh Reuters. Di sisi lain, capaian tersebut juga menjadikan pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam tercepat sejak kuartal II-2014 yang sebesar 4,6%, dan menjadi pertumbuhan ekonomi kuartalan tertinggi ke-3 di AS sejak era Resesi Besar (The Great Recession).
Terbaru, data klaim tunjangan pengangguran di AS menunjukkan penurunan. Pada pekan lalu turun klaim tunjangan turun 6.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 213.000. Lebih rendah dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu 220.000. Data-data yang keluar, bisa semakin meyakinkan The Fed menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali lagi di sisa tahun 2018.
Survei CME Fed Watch tool memperkirakan suku bunga acuan naik bulan September hingga 96%, dan di bulan Desember hingga 63,7%. Sinyal kebijakan moneter The Fed yang hawkish, menyebabkan investor asing kembali melirik pasar keuangan AS. Akibatnya aksi jual investor pun tidak terhindarkan. Kondisi ini semakin menyebabkan defisit transaksi berjalan semakin melebar dan tertinggi sejak kuartal II-2014.
Sementara, Mantan Menteri Keuangan sekaligus mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Rizal Ramli memberikan tanggapan terkait defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal II 2018.
Terkait hal itu, Rizal Ramli memberikan tanggapannya melalui akun Twitter, @RamliRizal, yang ditulis pada Jumat (10/8).
Rizal Ramli mempertanyakan ke mana tim ekonomi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Naiknya defisit transaksi berjalan itu, kata dia, menekan kurs Rupiah.
Tak hanya itu, dirinya menyindir rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk melelang barang sitaan petugas Bea dan Cukai berupa minuman keras ilegal.
"Pak Jokowi ke mana Tim Ekonominya ?? Defisit Current Account kuartal II, US$ 8 miliar, 3% GDP. Ini yg menekan kurs Rupiah. Lebih tinggi dari kuartal I US$ 5,7 miliar. Ini juga lebih besar dari kuartal II-2017, US$ 5 miliar. Mosok hanya mau lelang miras," tulis Rizal Ramli.(cnbcindonesia/tribunnews/bh/sya) |