Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Eksekutif    
Sengketa Lahan
Daerah Rentan Terhadap Konflik, Dua Gubernur Dukung BIG Buat Peta Rupabumi
Monday 29 Apr 2013 15:34:40
 

Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Anwar Adnan Saleh (kiri) dan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek Ishak (kanan) di Aula Gedung 3, Lantai I Sekretariat Negara, Senin (29/4) pagi.(Foto: Ist)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Awang Faroek Ishak dan Gubernur Sulawesi Barat (Sulbar) Anwar Adnan Saleh daerahnya rentan terhadap konflik penguasaan lahan mendukung upaya Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membuat satu peta s dasar (Rupabumi) nasional yang melingkupi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kami berharap One Map (satu peta dasar) itu segera direalisasikan agar kami tidak bingung dengan klaim penguasaan lahan dari berbagai pihak yang mengaku memiliki wilayah dengan dasar masing-masing,” kata Gubernur Kaltim Awang Faroek pada diskusi dengan tema “Potensi Konflik Penguasaan Lahan” di Aula Gedung 3, Lantai I Sekretariat Negara, Senin (29/4) pagi.

Awang mengemukakan, tumpang tindih atas penguasaan lahan di Kaltim sangat luar biasa. Tercatat ada 732 kasus sengketa akibat tumpang tindah penguasaan lahan di Kaltim itu, yang terbanyak adalah menyangkut para pemilik Izin Usaha Pertambagan (IUP). Sementara dari sisi lokasi, Kutai Kartanegara paling banyak terjadi tumpang tindih itu.

Pemda Kaltim, lanjut Gubernur Awang Faroek Ishak, saat ini telah melakukan moratorium terhadap permohonan izin baru tambang batubara, perkebunan dan kehutanan karena banyaknya masalah terkait para pihak yang mengaku sebagai pemilik atau penguasa lahan di sejumlah daerah di Kaltim.

“Dalam masa moratorium ini kami melakukan audit terhadap seluruh lahan di Kaltim. Audit dilakukan oleh tim terpadu yang melibatkan sejumlah instansi,” papar Awang Faroek.

Gugatan Pengusaha

Sementara itu Gubernur Sulbar Anwar Adnan Saleh menyampaikan dua masalah yang seringkali dihadapinya. Pertama, sengketa lahan perkebunan antara perusahaan dengan masyarakat yang berujung konflik, dan kedua, ada perusahaan yang mengklaim lahan di satu daerah, dimana klaimnya melebihi luas daerah itu. Beruntung, Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan tersebut.

“Ini semua terjadi akibat adanya tumpang tindih lahan yang membingungkan semua pihak, utamanya Pemda, karena semua mengaku punya dasar sendiri-sendiri,” papar Anwar Adnan Saleh.

Gubernur Sulbar itu mempertanyakan sejumlah instansi pemerintah yang begitu mudah mengeluarkan izin penguasaan lahan, tanpa disertai pertimbangan dan batas-batas yang jelas, sehingga berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat.

Beruntung, lanjut Gubernur, hingga saat ini belum ada masalah yang menonjol di wilayahnya. Namun jika di sejumlah daerah selalu ditonjolkan konflik menyangkut penguasaan lahan itu, bukan tidak mungkin masyarakat Sulbar juga akan ikut terpengaruh melakukan aksi-aksi yang bisa mencemaskan.

Gubernur Anwar Adnan Saleh setuju agar BIG segera menyelesaikan satu peta dasar nasional yang meliputi seluruh wilayah NKRI, sehingga bisa dijadikan pegangan Pemda dalam penerbitan perizinan di daerah maupun penyelesaian sengketa yang menyangkut penguasaan lahan.

Sebelumnya Kepala BIG Asep Karsidi menyebutkan, saat ini telah diselesaikan Peta Dasar skala kecil yaitu skala 1:250.000 untuk seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan untuk skala besar yaitu skala 1:25.000 baru diselesaikan wilayah Sulawesi Selatan.

“Saat ini sedang dikerjakan untuk wilayah Sumatera, Kalimantan Tengah, Sulut, Sulteng, Sulbar, Sultra, Gorontalo, dan Papua. Adapun Pulau Jawa sudah terpetakan lebih dahulu pada skala 1:25.000 meskipun masih perlu diupdate,” kata Asep Karsidi sembari menyampaikan, kemungkinan peta dengan skala 1:25.000 itu baru bisa dituntaskan pada tahun 2015 mendatang.

Diakui Kepala BIG, secara operasional peta dengan skala 1:250.000 belum memadai untuk menggambarkan objek di lapangan pada tingkat kabupaten/kota, sehingga kemungkinan terjadinya deviasi di lapangan akan sangat besar. “Untuk tujuan operasional di tingkat kabupaten/kota, IHT kawasan hutan harus dibangun pada skala yang lebih besar (minimal skala 1:50.000),” tutur Asep.(es/skb/bhc/rby)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2