JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan meminta Polri untuk berperan aktif mengusut praktik jual-beli pasal yang diduga melibatkan sejumlah anggota DPR. Istilah jual-beli pasal itu sangatlah mengerikan, karena berkonotasi bahwa negara ini dikendalikan segelintir orang atau mafia.
"Praktik jual-beli pasal sangat mengerikan, seolah-seolah ini negeri adalah negri mafia. Hukum seperti jadi komoditas yang bisa diperjual-beelikan. Padahal, ini sudah jelas bertentangan dengan prinsip sebagai negara hukum. Tanpa diminta, mestinya Polri aktif mengusut dan membongkarnya hingga tuntas dan menyeret pelakunya ke pengadilan," kata Ramadhan kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Jumat (18/11).
Menurut dia, pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD soal praktik jual-beli pasal di DPR, bukan tudingan kosong. Apalagi Mahfud juga pernah menjadi pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR. Praktik semacam ini diduga masih terjadi dan polisi jangan tinggal diam. Aparat berwenang itu mengantisipasi dan menindaklanjutinya. “Carannya seperti apa, terserah kepada polisi saja,” imbuh dia.
Pendapat senada diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo. Menurutnya, praktik jual beli pasal dalam pembuatan UU di DPR itu, dapat dengan jelas dilihat secara kasat mata. Yang snagat jelas terlihat adalah UU Kesehatan yang salah satu ayatnya yang berkaitan dengan tembakau tiba-tiba hilang. “Itu contih nyata praktik tersebut,” imbuhnya.
Untuk itu, kata Adnan, perlu adanya ketentuan yang mengatur soal lobi. Hal ini untuk menghindari praktik tersebut, terutama saat sebuah UU tengah dibahas DPR. “Lobi itu sebenarnya berarti netral, tidak negatif seperti sekarang ini. Di Amerika saja ada sistem seperti itu. Bahkan, pelaku lobi itu adalah sebuah profesi. Tetapi di Indonesia diartikan dengan uang atau komisi,” tandasnya.
Sebelumnya, Mahfud mengungkapkan ada 406 kali pengujian UU yang ditangani MK, sejak 2003 hingga 9 November 2011. Dan 97 di antaranya dikabulkan, karena inkonstitusional. Beberapa di antaranya adalah Yayasan BI yang mengucurkan Rp 100 miliar untuk menggolkan UU BI, Dana Abadi Umat yang mengucurkan Rp 1,5 miliar untuk melancarkan pembahasan UU Wakaf serta sejumlah UU lainnya.(pkc/rob)
|