JAKARTA, Berita HUKUM - Pengusaha minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) mulai ketar-ketir. Dua importir terbesar CPO nasional yakni India dan China sudah mulai menunjukkan tanda-tanda untuk menurunkan permintaan mereka yang kemungkinan mengalihkannya ke Malaysia.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, mengatakan permintaan CPO Indonesia terancam turun seiring pemberlakuan kebijakan bea ekspor dari pemerintah.
“Kebijakan ini belum dalam jangka pendek tetapi secara jangka menengah pasti merugikan ke Indonesia,” kata dia, Rabu (30/1).
Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menetapkan harga patokan ekspor CPO sebesar US$ 744 per ton atau naik 5% dibandingkan periode bulan sebelumnya US$ 709 per ton.
Pada akhirnya, bea keluar (BK) CPO ditetapkan sebesar 9% untuk Februari atau naik dibandingkan Januari yang hanya sebesar 7,5%.
Sementara di saat yang sama, Malaysia justru menurunkan bea ekspor menjadi 0% pada Januari dan Februari.
Dia menilai kebijakan pemerintah tersebut sangat merugikan bagi Indonesia. Daya saing CPO nasional dipastikan kalah dengan Malaysia selaku pesaing utama karena harganya lebih mahal. Pembeli luar negeri akan lebih memilih CPO asal Malaysia ketimbang Indonesia.
China dan India, menurut Joko, selama ini merupakan importir terbesar CPO Indonesia. India misalnya, mengimpor sekitar 5 juta ton CPO dari Indonesia pada 2012.
Pelemahan permintaan dari kedua negara tersebut mengancam ekspor CPO tahun ini yang ditargetkan sebesar 21 juta ton atau naik 16% dari tahun lalu yang hanya 18,1 juta ton.
Dengan penurunan ekspor tersebut, lanjut dia, pengusaha tidak akan mendapatkan keuntungan maksimal karena perolehan marjin kian tipis akibat kalah dengan Malaysia. Dampak lain Indonesia akan mengalami kelebihan pasokan.
Dia khawatir kondisi ekspor Indonesia ke India kembali mengulang yang terjadi di Pakistan.
“Pada 2006, Indonesia menguasai ekspor CPO ke Pakistan hampir 1 juta ton, tetapi karena terjadi diskriminasi akibat perjanjian Malaysia dengan Pakistan di mana ada tarif bea masuk yang lebih rendah, hasilnya ekspor CPO Indonesia anjlok menjadi 70 ribu di 2010,” tutur dia.
Pada akhirnya, dia pun meminta pemerintah bijaksana dengan mengkaji ulang kebijakan bea ekspor CPO tersebut. Jadi pemerintah mau berpikir ke mana.
"Ekspor CPO ini perlu dilindungi karena selama ini memberikan kontribusi besar bagi perekonomian nasional,” tandasnya.(nur/lp/bmn/bhc/rby) |