JAKARTA, Berita HUKUM - Guna mencegah terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terkait merosotnya nilai tukar rupiah dan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan, pemerintah mengeluarkan kebijakan pengurangan/keringanan pajak bagi industri padat karya.
Menteri Keuangan (Menkeu) M. Chatib Basri menjelaskan, salah satu paket fiskal yang diberikan pemerintah itu adalah yang dikenal sebagai additional reductuion. perusahaan yang padat karya biaya buruhnya akan bisa dikenakan pengurangan pajak.
“Dengan demikian maka biaya produksi dari perusahaan padat karya, khususnya yang berorientasi ekspor akan bisa menurun, sehingga perusahaan tidak perlu melakukan PHK," kata Menkeu Chatib Basri saat memaparkan paket kebijakan dan tindakan pengelolaan ekonomi untuk menjaga stabilitas keuangan dan pertumbuhan di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/8) siang.
Kebijakan pengurangan pajak ini diharapkan dapat meminalisasi sentimen negatif ekonomi global. "Kalau biaya produksi menurun, maka perusahaannya akan bisa bertahan. Dengan kondisi seperti ini maka perusahaan-perusahaan ini tidak perlu, dan kami minta untuk tidak melakukan PHK," jelas Menkeu, sembari menambahkan, dengan tidak terjadinya PHK, maka pemerintah dapat menjaga daya beli masyarakat.
Penjelasan Menkeu tersebut merupakan implementasi dari arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pada Rabu (21/8) lalu, bahwa pemerintah akan menetapkan kebijakan agar tidak mudah terjadi PHK.
"Kita harus mengamankan juga saudara-saudara kita kaum pekerja, sebagaimana mengamankan rakyat yang lain. Oleh karena itulah, kita juga akan melakukan sesuatu bekerja sama dengan dunia usaha apapun tekanan yang dialami oleh dunia usaha dan pemerintah juga alami, jangan sampai sekali lagi mudah melakukan PHK. Sebab kalau terjadi PHK, maka lebih sulit lagi rakyat kita di dalam mencukupi kebutuhan sehari-harinya,” tegasnya.
Defisit Anggaran
Sementara itu menyinggung masalah defisit anggaran terkait dengan kemerosotan nilai tukar rupah, Menkeu Chatib Basri meyakini tidak akan melampaui target yang telah ditetapkan yaitu 2,38 persen.
Menkeu mengatakan, pemberian insentif tentu akan berpengaruh kepada kesinambungan fiskal. "Tentu ketika kami menyampaikan ini (insentif fiskal), maka yang paling penting harus dijaga adalah kesinambungan fiskal, yang tentu akan berpengaruh kepada kesinambungan fiskal, dan kami pastikan budget deficit tidak akan melampui 2,38 persen,” tegasnya.
Pemerintah memandang dari realisasi belanja masih terdapat ruang untuk memberikan insentif fiskal. “Ruang dari fiskal insentif masih bisa diberikan karena memang dari realisasi belanja masih ada ruang. Dengan batas defisit 2,38 persen maka dipastikan pembiayaan aman sampai dengan akhir tahun, dan juga ke 2014," ucapnya.
Terkait konsumsi BBM, Menkeu menjelaskan, saat ini telah berada di bawah kuota. “Biasanya pertumbuhan itu berkisar 6 persen hingga 7 persen, sekarang hanya 4 persen,” jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Menkeu, defisit transaksi berjalan pada triwulan III-2013 dan triwulan IV-2013 akan di bawah defisit transaksi berjalan pada triwulan II-2013 yang mencapai 4,4%.(hdk/skb/bhc/rby) |