JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) berencana mengadakan nota kesepahaman (MoU) dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam rangka upaya menindak praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan MK. Demikian inti pertemuan antara Sekretaris Jenderal MK dengan Ketua PPATK Moh. Yusuf yang berlangsung Jumat (7/12) siang di lantai 4 Gedung PPATK.
Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar yang hadir dalam pertemuan tersebut mengatakan, MK sudah melakukan berbagai macam upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan MK. Misalnya, MK telah melakukan kegiatan berupa Deklarasi Anti Korupsi, Penandatanganan Fakta Integritas, dan lainnya.
“Sekuat apa pun iman seseorang, kalau terus menerus digoda, imannya bisa goyah juga. Ibarat batu yang terus menerus ditetesi air, makin lama akan berlubang juga,” kata Janedjri menjelaskan pentingnya kerja sama MK dengan PPATK ini.
Dalam kesempatan itu, MK meminta kesediaan PPATK soal waktu pelaksanaan momen tersebut. “Pada dasarnya kami menyetujui rencana tersebut. Soal waktunya, kami akan bicarakan nanti,” kata Ketua PPATK Moh. Yusuf didampingi segenap jajaran pejabat PPATK.
Menghindari Mafia Peradilan
Janedjri melanjutkan, pentingnya kerja sama MK dengan PPATK antara lain juga bertujuan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti masuknya mafia peradilan ataupun mafia putusan di lingkungan Mahkamah Konstitusi. “MK ini sangat mudah untuk disusupi mafia-mafia peradilan,” kata Janedjri.
Mafia peradilan atau mafia putusan di MK, jelas Janedjri, bisa saja terjadi pada saat sidang perselisihan hasil Pemilukada. Misalnya ada seorang calon kepala daerah yang menjadi pemenang dalam Pemilukada. Namun, saingannya calon kepala daerah yang berada di urutan kedua, menuntut kekalahannya dalam Pemilukada dan mengajukan permohonan ke MK. “Hal ini rawan sekali dengan kehadiran para mafia peradilan yang membujuk kedua pihak. Di situ terjadilah hal-hal yang tidak diinginkan,” imbuhnya.
Ditambahkan Janedjri, ilustrasi yang dicontohnya hanya sekadar gambaran betapa rawannya pelaksanaan kewenangan konstitusional MK dan betapa seriusnya menjaga lembaga Mahkamah Konstitusi. “Kami berharap, minimal ada dampak psikologis bagi para pejabat dan pegawai di MK. Misalnya, kalau kita mengendarai mobil ada polisi, kita cenderung hati-hati. Tapi kalau tidak ada polisi, kita berani coba-coba melanggar aturan lalu-lintas,” ucap Kandidat Doktor Ilmu Hukum Undip Semarang ini.
Seperti diketahui, PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk melaksanakan kebijakan pencegahan dan pemberantasaan pencucian uang sekaligus membangun rezim anti pencucian uang dan kontra pendanaan terorisme di Indonesia.
Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan dan menurunkan terjadinya tindak pidana asal (predicate crimes). PPATK yang bertanggung jawab kepada Presiden RI, dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari campur tangan dan pengaruh kekuasaan mana pun.(nta/mk/bhc/opn) |