JAKARTA, Berita HUKUM - "Upaya pemerintah untuk melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak yang telah diselenggarakan beberapa bulan lalu secara demokratis langsung, bebas, rahasia dan adil masih jauh dari harapan," ujar Indra Putra, Calon Bupati (Cabub) Kuantan Singingi, Provinsi Riau kepada para wartawan di salah satu restoran jalan Cikini, Jakarta,(15/2).
Didampingi beberapa pengacaranya, Indra Putra mengungkapkan ada dugaan kuat beberapa kecurangan penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Kuantan, Singingi yang kami alami sebagai pasangan calon Bupati dan wakil Bupati dari nomer urut 1. Salah satunya terkait dalam proses pendaftaran pasangan calon Bupati dan wakil Bupati.
"Pasangan calon nomer urut 2, Mursini Halim jelas jelas melanggar, karena fakta, ada surat dukungan palsu dari partai PPP Djan Faridz yang dipakai oleh nomer urut 2 untuk mendaftar di KPU Kabupaten Kuantan, Singingi, dan PKPU menuliskannya. Padahal, sesuai aturan yang berlaku, bahwa satu partai tidak boleh mendaftarkan dua pasangan yang berbeda," tegas Indra Putra.
Indra Putra, Paslon nomer urut 1 yang juga diusung dari partai PPP, mengatakan hal tersebut ada pembiaran dan unsur kesengajaan untuk meloloskan Paslon No.Urut 2 yang dilakukan oleh Paslon tersebut dan Penyelenggara Komisi Pemilihan Umum daerah, jelasnya lanjut.
Disamping itu, Paslon No. Urut 1 juga adanya fakta yang dilanggar oleh Paslon No. Urut 2 terkait salah satu calon dari Paslon No. Urut 2, Mursini Halim yang diduga kuat memakai ijazah palsu dalam persyaratan Pilkada di Kabupaten Kuantan, Singingi, Provinsi Riau.
Pengacara Paslon No. Urut 1, Supriadi menjelaskan, "Kami telah mengumpulkan bukti bukti terkait pemakaian ijazah palsu ini, mulai dari pernyataan guru sekolah hingga pihak pendidikan terkait," ungkapnya.
Pelanggaran ini sudah kami laporkan ke Kepolisian, tapi jawabannya sebatas pada "lex spesialis derivatif legi generali", tambah Supriadi.
Dari pelanggaran yang ada dapat disimpulkan bahwa, terdapat lemahnya penyelenggaraan dan pengawasan Pilkada baik yang dilakukan oleh KPU dan Panwas, dan PKPU tingkat kabupaten sudah berpihak dan adanya pengawasan yang mandul.
"Kami berharap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tinggi negara yang memutuskan perkara perselisihan sengketa Pilkada, dapat memberikan rasa keadilan seadil-adilnya, dan kami mendorong MK untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap perkara yang telah memenuhi persyaratan tenggang waktu, kedudukan hukum (legal standing), obyek permohonan, serta jumlah presentase selisih perolehan suara antar pemohon dengan pihak terkait, pungkas Indra Putra.(bh/yun) |