BOGOR, Berita HUKUM - Lahan HGU PT Hevea Indonesia yang didapatkan melalui SK Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Hak Guna Usaha (HGU) Nomor: 29/HGU/DA/88 untuk PT Hevea Indonesia (PT Hevindo) seluas 1200 hektar yang tersebar di tiga Desa Nanggung, Desa Cisarua, dan Desa Curugbitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Namun luas areal HGU PT Hevea Indonesia berkurang menjadi 500 hektar dan semakin berkurang ketika tanah tersebut diserahkan kepada desa sebanyak 20 hektar/desa dengan alasan untuk tanah Pemerintah Daerah yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa.
Saat ini Informasi yang berhasil dihimpun warga, bahwa luas lahan HGU PT Hevindo saat ini hanya sisa 310 hektar yang tersebar di Desa Cisarua, Desa Curug Bitung dan Desa Nanggung.
Situasi yang berkembang sejak tahun 1993 hingga 2013, justru PT Hevindo tidak pernah mengelola lahan HGU alias lahan ditelantarkan. Kondisi itulah yang kemudian memanfaatkan oleh warga di tiga desa yang kebanyakan profesinya sebagai petani penggarap. Disamping itu upaya-upaya warga dalam membangun fasilitas umum dan sosial juga dilakukan beriringan pada waktu itu.
Tidak kurang dari 500 Kepala Keluarga petani penggarap yang memanfaatkan lahan terlantar di Desa Curug Bitung dan Desa Cisarua menjadi kebun rakyat yang cukup produktif dan memilki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga secara otomatis kehidupan warga tiga desa cukup sejahtera.
Berdasarkan keterangan Haji Ipit (Ketua Petani setempat) mengatakan, "melihat keberhasilan dan terdongkraknya perekonomian rakyat di tiga desa ini, maka pihak perusahaan tepatnya pada awal (17/4) mulai melakukan intimidasi dan pengerusakan kebun-kebun warga dengan menggunakan para Jawara (Preman) yang turut didukung oleh Pemerintah dan dibiarkan oleh pihak kepolisian setempat yang menyatakan bahwa lahan itu merupakan status quo," ujarnya.
Ditambahkan Haji Ipit, akibatnya kami para petani penggarap sangat tertekan oleh tindakan-tindakan teror terhadap rakyat, sehingga kerugian ekonomi, perlindungan yang harusnya kami dapat semakin terampas akibat tindakan perusahaan yang mengklaim kembali lahan garapan kami.
"Berbagai upaya mengatasi kondisi lapangan sejak tahun 2011 untuk memastikan kedudukan hak kelola lahan kepada petani penggarap dan menanyakan posisi HGU PT Hevindo yang secara riil telah ditelantarkan, selalu kami sampaikan kepada pihak pemerintahan terkait dan aparat penegak hukum, justru responnya adalah tidak menggubris laporan warga," tambah H Ipit.
Justru yang kami dapat adalah surat Bupati Bogor Nomor 525/476-Distanhut/2011 Tentang “Persetujuan Diversifikasi Tanaman Pada Perkebunan Nanggung” dan Surat Nomor 593.4/477-Dstanhut/2011 tentang “Pertimbangan teknis untuk persyaratan perpanjangan masa berlaku HGU PT Hevea Indonesia”.
Dengan terbitnya dua surat Bupati Bogor diatas dan tidak digubrisnya laporan warga, kami pandang adalah upaya sistematis yang dilakukan oleh pihak perusahaan dan pemerintah untuk meminggirkan akses dan asset rakyat atas lahan yang produktif.
Oleh karena itu kami menyatakan sikap untuk menolak:
1. Perpanjangan Lahan HGU PT Hevea Indonesia.
2. Dua Surat Bupati Nomor: 593.4/477-Dstanhut/2011 dan Nomor 593.4/477-Dstanhut/2011 serta berikan Tanah untuk petani penggarap dan hentikan kriminalisasi kepada petani penggarap di 3 Desa.(rls/kpa/bhc/put) |