JAKARTA, Berita HUKUM - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan kuasa hukumnya mempersoalkan bantahan Ketum MUI Ma'ruf Amin soal percakapan telepon dengan Ketum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono. PD pun menepis tudingan bahwa percakapan tersebut adalah untuk meminta diterbitkan fatwa MUI.
"Tidak ada sama sekali Pak SBY meminta Ketua MUI keluarkan fatwa penistaan agama yang ditujukan kepada Ahok," ujar Wasekjen PD Didi Irawadi Syamsuddin, Rabu (1/2).
Menurut Didi, fatwa MUI terkait kasus ini keluar setelah lembaga tersebut bersidang dan bermusyawarah antarulama pada 11 Oktober 2016. Sehingga tak ada kaitannya dengan SBY.
"Fitnah dan tidak ksatria. Pihak Ahok coba-coba mengalihkan kasus dugaan penistaan Alquran. Tuduhan anggota tim hukum Saudara Ahok bahwa fatwa MUI tentang penistaan agama (Alquran) karena telepon Pak SBY kepada KH Ma'ruf Amin adalah pernyataan sangat keliru dan tidak berdasar sama sekali," imbuhnya.
Didi menyarankan Ahok berfokus pada persidangan saja. Sehingga Ahok bisa membuktikan bahwa dirinya tak bersalah dan mengembalikan kepercayaan publik.
Ia pun menyayangkan perkataan Ahok dan tim kuasa hukumnya kepada KH Ma'ruf Amin yang didasari subjektivitas. Dia berpesan kepada Ahok untuk tak sekadar menuding.
"Kami mempertanyakan apa dasar tuduhan tim Ahok menuduh Pak SBY. Karena itu, silakan tunjukkan fakta dan bukti konkret yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum sehubungan tudingan tersebut. Jika hal tersebut hanya fitnah, maka tentu ada konsekuensi hukumnya," ungkap Didi.
Sementara, terkait pernyataan Basuki T Purnama (Ahok) dan tim kuasa hukum mengaku memiliki bukti soal telepon Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono kepada Ketum MUI Ma'ruf Amin. Pengakuan itu disampaikan pada Selasa kemarin dalam sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Ahok.
Sekretaris Fraksi PD DPR-RI yang juga Ketua Dept Penegakan Hukum, Perundangan dan HAM DPP-PD Didik Mukriyanto mempertanyakan data yang disebut dimiliki Ahok dan timnya tersebut.
"Dalam persidangan dinyatakan bahwa pihak Ahok mempunyai rekaman pembicaraan handphone KH Ma'ruf Amin. Jelas berarti ada penyadapan," kata Didik Mukrianto, Rabu (1/2).
Didik mengingatkan, dalam kapasitas hukum, penyadapan hanya bisa dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Aturan tersebut tertuang dalam UU ITE.
"Pertanyaannya sederhana, apabila ada seseorang yang mengaku mempunyai hasil sadapan tersebut, dari mana mereka mendapatkannya?" kata Didik mempertanyakan bukti yang dimiliki pihak Ahok.
"Apakah dari penyadapan ilegal yang dilakukan sendiri atau dari pihak lain yang tidak punya kewenangan?" sambungnya.
Didik menegaskan, penyadapan tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Untuk itu menurutnya sangat menarik agar data dan proses pengumpulan bukti tim Ahok diungkap kepada publik.
"Tentu hanya pihak tertentu dan alat negara yang mempunyai perangkatnya. Yang perlu diungkap adalah sumber sadapan. Tanpa tidak harus menerka-nerka, kita tahu aparat negara mana yang punya perangkatnya," tutur Didik.
"Apalagi kalau sumber sadapan tersebut didapat dengan cara yang melanggar hukum dan pihak yang tidak mempunyai kewenangan. Dangerous!" tegas anggota Komisi III DPR itu.
Demokrat menunggu pihak yang mengaku memiliki bukti pembicaraan SBY dengan Ma'ruf untuk membuktikan keabsahannya. Mereka juga meminta penegak hukum menunjukkan integritasnya dengan tetap berdiri pada aspek keadilan.
"Sehingga menjadi terang bagi kita semua standing kebenarannya. Apakah fakta atau rekayasa? Apakah legal atau Ilegal?" kata Didik.
Meski begitu, Partai Demokrat masih belum ingin memperkarakan pernyataan Ahok dan tim kuasa hukumnya kepada pihak berwajib mengenai hal ini. Didik menyatakan PD masih menunggu pertanggungjawaban Ahok.
"Kita kasih kesempatan Pak Ahok untuk membuktikan legalitas tuduhannya. Apakah secara proses sah? Apakah subtasinya mendasar? Hanya Ahok yang bisa mempertanggungjawabkan," sebutnya.
Sebelumnya saat menjadi saksi ahli dalam kasus penistaan agama, Ma'ruf Amin ditanyai soal adanya permintaan dari SBY untuk mengeluarkan sikap keagamaan MUI. Ma'ruf berkali-kali membantahnya.
"Karena sudah beberapa kali ditanya dan dijawab sama, kami berikan buktinya. Kalau memang ini benar sesuai bukti, Anda memberi kesaksian palsu," ujar pengacara Ahok kepada Ma'ruf Amin di persidangan, Selasa (31/1).
Ahok juga ikut bicara menanggapi pernyataan Ma'ruf. Ahok mempertanyakan adanya telepon dari SBY ke Ma'ruf yang salah satunya terkait pertemuan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni dengan PBNU.
"Meralat tanggal 7 Oktober ketemu paslon nomor 1, jelas-jelas itu mau menutupi Saudara Saksi menutupi riwayat hidup pernah menjadi Wantimpres SBY. Tanggal 6 (Oktober) disampaikan pengacara saya ada bukti telepon (dari SBY) untuk minta dipertemukan. Untuk itu Saudara saksi tidak pantas menjadi saksi, tidak objektif lagi ini, sudah mengarah mendukung paslon 1," kata Ahok dalam sidang menanggapi kesaksian Ma'ruf.
Karena bantahan soal telepon SBY, Ahok mengaku berencana melaporkan Ma'ruf ke polisi. "Saya berterima kasih Saudara ngotot di depan hakim meralat ini, mengaku tidak berbohong. Kami akan memproses secara hukum. Untuk bisa membuktikan bahwa kami punya data lengkap," imbuhnya.
Meski begitu, pihak Ahok sudah mengklarifikasi. Mereka mengaku tidak akan melaporkan Ma'ruf soal hal tersebut.
Sedangkan, terkait klaim Ahok Komisi I DPR berencana memanggil Badan Intelijen Negara (BIN) terkait hal itu.
"Ini yang akan kita panggil BIN, kita tanyakan dari mana Ahok dapat rekaman," ujar Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (1/2).
Sebab, lanjut dia, pihak yang merekam secara ilegal dapat dijerat dengan Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Ini tanggung jawab siapa kok orang bisa suka-suka menyadap, apalagi yang disadap itu presiden Republik Indonesia ke enam," paparnya.
Menurut dia, pemerintah harus hadir meluruskan apa yang sebenarnya terjadi terkait klaim Ahok tersebut. Bagaimana bisa Ahok memiliki rekaman percakapan SBY dengan Kiai Ma'ruf Amin.
"Kok bisa itu dijadikan alat untuk mengancam Rois Aam PBNU ini kan organisasi umat Islam yang begitu besar dan bersejarah," ucapnya.
Adapun tindakan Ahok yang mengancam akan memproses hukum Ma'ruf Amin juga dikritiknya.
"Ahok merasa sakti sehingga dia mengumbar hawa nafsunya dan semua dilawan, dilecehkan tim penasihat hukumnya, harus bisa membedakan meskipun di pengadilan masih bisa berlaku sopan," pungkasnya.(sindonews/dik/detikcom/bh/sya) |