JAKARTA, Berita HUKUM - Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens mengatakan, fenomena berita hoax atau berita bohong yang membanjiri ruang sosial di dalam lingkaran politik Indonesia sudah masuk pada era post-truth society, seperti yang disebut oleh para ahli (politik).
Menurut Boni, post-truth society merupakan bentuk sikap dan perilaku suatu masyarakat yang enggan mengakui standar lama dalam menafsir kebenaran dan cenderung secara subyektif "merumuskan" kebenaran parsial yang menabrak kesepakatan sosial tentang semua hal, termasuk tentang tesis moral itu sendiri.
Anehnya, kata Boni, realitas sosial tersebut gampang saja diterima oleh masyarakat luas dan tidak ada yang mau melawan dengan strategi baru sebagai media tandingan untuk melindungi diri dari hoax.
"Yang lebih parah lagi, hoax tersebut dimanfaatkan oleh para politisi untuk alat utama kampanye mereka. Hoax dipilih sebagai senjata utama untuk mengelabuhi masyarakat dan menjatuhkan lawan politiknya," tukas Boni, dalam diskusi 'Ngopiskusi Millenial' bertajuk "Tolak Berita Palsu Menjelang Pemilu", yang diadakan Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), di Ammarin Restoran, Jakarta Pusat, Minggu (7/4).
"Para politisi melihat kondisi ini sebagai peluang untuk meraih kekuasaan. Logika kecurangan dan strategi kebohongan menjadi trend baru yang dibungkus dengan istilah Negative Campaign yang sebetulnya dalam praksis menjadi Black Campaign (kampanye hitam). Semuanya dianggap wajar karena politik demokrasi elektoral dipahami sebagai pertarungan menang-kalah, bukan benar salah. Logika pragmatisme menjadi arus utama," ujarnya.
Boni mengaku heran karena kejadian hoax itu dibiarkan begitu saja oleh masyarakat dan tidak menyiapkan inisiatif baru untuk menyangkal berita hoax susulan dari oknum yang tidak bertanggungjawab.
Isu hoax, lanjut Boni, itu sebagian besar dilakukan oleh politisi untuk menajamkan strategi politiknya. Dan dia meyakini hal itu dilakukan oleh politisi yang pecundang yang tidak ingin berkompetisi dengan sehat.
"Hoax tentang KPU RI curang, tuduhan bahwa aparat keamanan mengintervensi pemilu, termasuk gosip lama tentang tujuh kontainer surat suara tercoblos yang dihembuskan lewat akun medsos kader Demokrat, Andi Arief, mengacaukan ruang politik tetapi tetap saja dinikmati sebagai pertunjukan wajar oleh para politisi pecundang," tegasnya.
Adapun pembicara dalam diskusi tersebut, Shafiah F. Muhibat (Peneliti Senior dan Ketua Departemen Hubungan Internasional, CSIS Indonesia) dan Imam Priyono (Jurnalis TVRI).(bh/amp) |