JAKARTA, Berita HUKUM - Proyek besar kereta cepat Jakarta-Bandung masih menjadi sorotan publik. Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama, menilai sejak awal proyek kereta cepat diprediksi bermasalah.
Menurut Suryadi, hal itu terjadi mulai dari berubahnya calon pelaksana proyek yaitu Jepang ke China yang merupakan suatu keputusan yang diambil secara tergesa-gesa.
Dalam hal ini, Suryadi juga mempertanyakan bagaimana mungkin China yang sejak awal tidak ikut terlibat bisa membuat feasibility study secepat itu, sehingga bisa menggantikan Jepang.
Sebab, menurutnya, pembuatan feasibility study pasti didahului oleh survei dan sebagainya. Sehingga sudah diduga sebelumnya ada yang tidak beres dengan feasibility study yang diberikan.
"Jadi walaupun lebih murah, tetapi sepertinya kurang detail. Demikian pula pembuatan amdal juga sepertinya sangat terburu-buru (waktunya sangat cepat dari biasanya), karena Jokowi tampaknya ingin sekali menjadikan proyek kereta cepat ini sebagai mahakarya," ujar Suryadi.
Selain itu, kesan terburu-buru tersebut, menurut Suryadi, menyebabkan kurang baiknya perencanaan kereta cepat.
Sehingga semua kejadian di atas memberikan andil terhadap membengkaknya biaya kereta cepat, karena akibat rencana yang tidak matang akhirnya banyak yang harus diperbaiki di sana sini.
"Terkait pembengkakan tersebut tentunya sudah diprediksi dan sejak awal kekhawatiran FPKS adalah akan adanya beban kepada keuangan negara. Sebab walaupun Presiden telah menerbitkan Perpres No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta-Bandung, dimana pada Pasal 4 ayat 2 dinyatakan bahwa Pelaksanaan penugasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta tidak mendapatkan jaminan Pemerintah," kata Wakil Sekretaris FPKS DPR RI ini.
Lebih lanjut, Suryadi mengatakan tetap saja Perpres tersebut, tidak dapat menghapus ketentuan yang ada pada UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, yang juga menjadi dasar terbitnya Perpres itu sendiri. Dimana pada penjelasan Pasal 2 ayat 1 huruf (b) dinyatakan bahwa
Kendati menurutnya, maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, akan tetapi dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
"Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat," katanya.
Dengan demikian, menurut penjelasan tersebut pemerintah tidak bisa melarikan diri dari kewajibannya membantu keuangan BUMN, yang berpotensi mengalami kerugian akibat penugasan untuk menjalankan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini.
Sementara, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan perlu ada audit investigasi serius mengenai membengkaknya anggaran proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jangan sampai proyek tersebut, justru merugikan rakyat.
"Perlu ada investigasi serius ada apa dengan kereta cepat Jakarta-Bandung," kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, dalam video kepada KompasTV, Sabtu (11/9).
Dia khawatir, ketidakjelasan masalah malah membuat ada pihak-pihak yang mengambil kesempatan dalam permasalahan di proyek tersebut.
"Bongkar, apa yang terjadi. Kenapa anggaran membengkak di kereta cepat Jakarta-Bandung?" tegas Mardani.
Dia menyatakan membengkaknya anggaran harus disoroti, apalagi kereta cepat tersebut bukanlah proyek yang mendesak atau diperlukan. Sebab untuk perjalanan Jakarta-Bandung sudah ada jalur kereta dan juga jalan tol.
"Aneh terkait kereta cepat Jakarta-Bandung. Sudah ada tol, sudah ada kereta biasa, ada juga kereta cepat, dan sekarang membengkak."
Mardani mengingatkan, apa pun keputusan menyangkut proyek kereta cepat, haruslah menguntungkan rakyat.
"Jangan sampai rakyat nanti menanggung akibat kebijakan yang salah," paparnya.
Terkait adanya investor baru dari Tiongkok, Mardani menyatakan, tetap perlu dikaji apakah kepentingan Indonesia telah ditempatkan sebagai yang utama.
"Dikaji berbasis nasional interest, kepentingan masyarakat utamanya," katanya.
Sebelumnya PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyatakan, biaya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung membengkak 1,9 miliar dollar AS atau Rp27 triliun (kurs Rp14.300).
Sehingga, dana yang diperlukan meningkat, dari 6,07 miliar dollar AS atau Rp85 triliun menjadi 7,97 miliar dollar AS atau Rp113 triliun.
Direktur Keuangan KAI Salusra Wijaya menjelaskan, tadinya pembengkakan biaya proyek tersebut diperkirakan mencapai 3,8 miliar dollar AS hingga 4,9 miliar dollar AS.
Kebutuhan penambahan biaya proyek paling banyak terjadi pada biaya konstruksi sekitar 600 juta dollar AS hingga 1,25 miliar dollar AS dan pembebasan lahan sebesar 300 juta dollar AS.
"Ini memang tough sekali, karena jalurnya banyak dan luas. Masalah lahan juga melewati daerah komersial, bahkan ada kawasan industri yang direlokasi dan ini costly sekali untuk penggantiannya," kata Salusra dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Rabu (1/9/2021) lalu.(PKS/PikiranRakyat/hoi/kompasTv/bh/sya) |