JAKARTA, Berita HUKUM - Pembuat petisi pelecehan anak Fellma J. Panjaitan menyatakan, vonis hukum di Indonesia terlalu ringan bagi para predator seksual yang menyasar anak kecil. Padahal negara lain menghukum berat karena dianggap serius dan dipedulikan. “Bagaimana memulihkan wajah polos seorang anak yang tercederai pelecehan seksual?” kata Fellma.
Belum lagi betapa sulit menghapus trauma anak. Ini membuat Fellma, ibu dari anak perempuan berusia 4 tahun, tergugah dan membuat petisi di change.org/JanganAdaKorbanLagi. Sehari, Fellma didukung lebih dari 20.000 orang. Fellma terganggu oleh kasus M, bocah berusia 5 tahun yang disodomi bergilir berkali-kali oleh petugas kebersihan di sekolahnya.
Pendiri Change.org Indonesia Arief Aziz juga mengomentari, "Ini adalah petisi dengan dukungan tercepat di situs Change.org Indonesia. Artinya masyarakat marah atas banyaknya pelecehan seksual dan pemerkosaan tanpa hukuman berat. Fellma berharap tuntutannya dipenuhi."
“Saya merasa ikut tersakiti, marah, dan sedih atas pelecehan seksual. Tiap nonton berita, ada saja pelecehan seksual, juga child abuse. Tiap hari. Andai saya bisa berbuat sesuatu. Sampai akhirnya gongnya kemarin, saat kejadian M terkuak. Di tempat yang keamanannya tinggi saja bisa terjadi, apalagi yang nggak,” kata perempuan pegawai negeri salah satu kementerian ini.
Menurut Fellma, undang-undang yang mengatur hukuman pelaku pelecehan seksual, yaitu 3-15 tahun harus direvisi. Di petisinya, Felma menuntut agar pelaku dihukum seberat-beratnya lewat revisi UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak.
“Saya ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah ini. Orang tua dan pengguna internet sudah pintar, kritis, dan mau ikut andil. Jadi kenapa nggak bareng-bareng bikin gerakan dengan harapan untuk mengubah kehidupan jadi lebih baik buat anak-anak kita,” terangnya.
Fellma merasa perlakuan atas pelaku masih terlampau baik. “Di sini sexual offenders ditutupi mukanya. Kalau di luar negeri foto disebarluaskan. Sudah sepatutnya kami tahu wajah pelaku, agar bisa lebih aman,” kata Fellma dengan geram.
“Harapannya, saya bisa menaruh anak di lingkungan yang aman. Kita mempercayakan sekolah, yang kita kira aman bagi anak, tapi nyatanya tidak. Berat bagi orang tua meninggalkan anak di sekolah dengan kekhawatiran. Sekolah dan guru-guru harus tanggung jawab, mau mengakui kesalahan. Tidak hanya melihat kepentingan sekolah, tapi kebaikan yang lebih besar, masa depan anak-anak. Karena ini kan kehidupan dan masa depan anak. Jadi ciptakanlah lingkungan yang aman di sekolah untuk anak-anak,” tandas Fellma.
Selain menuntut revisi UUPA, Fellma menuntut agar guru dan pihak sekolah lebih awas dan menciptakan lingkungan yang menjamin keamanan anak-anak di sekolah. Sementara, saat berita ini diturunkan jumlah petisi sudah mencapai 46.169 pendukung.(rls/cgn/dhe/bhc/sya)
|