JAKARTA, Berita HUKUM - Pelapor kasus RS Sumber Waras, Amir Hamzah mempertanyakan konklusi sementara yang disampaikan Ketua Komisioner KPK Agus Raharjo.
Dia menyebut, pernyataan Agus di Komisi III DPR yang mengaku tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus RS Sumber Waras sebagai tindakan yang cukup nekat.
Pengamat Kebijakan Publik Budgeting Metropolitan Watch (BMW) ini justru menyoal cara kerja lima pimpinan komisi antirasuah itu yang berani mengabaikan hasil audit BPK.
Pasalnya, menurut Amir, tindakan KPK kali ini merupakan peristiwa langkah dalam sejarah penegakan hukum sekaligus merusak akal sehat, karena telah 'mengangkangi' temuan lembaga audit resmi Negara.
Hal itu merujuk pada Laporan Hasil Audit Investigasi ke KPK pada tanggal 7 Desember 2015 lalu, dimana BPK telah mengumumkan secara terbuka ke publik bahwa terdapat 6 penyimpangan dalam proses pengadaan lahan Sumber Waras.
Menurut BPK, penyimpangan proses pengadaan lahan RS Sumber Waras sudah terjadi saat tahap perencanaan hingga tahap penyerahan hasil sehingga mengakibatkan kerugian Negara sebesar 173 miliar.
"Itulah kenapa Kasus Sumber Waras disebut oleh BPK sebagai contoh korupsi yang sempurna. Ingat, ini juga sudah diketahui publik, sehingga tidak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi," kata Amir mengawali perbincangannya dengan TeropongSenayan, di Jakarta, Rabu (15/6) dini hari.
Karenanya, menurut Amir, jika tidak ada 'sesuatu yang luar biasa', sejatinya KPK tidak akan mengalami kesulitan untuk mencari jejak 'perbuatan melawan hukum' yang dilakukan penguasa DKI, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Amir juga menerangkan, bahwa dalam kasus RS Sumber Waras mantan Bupati Belitung Timur itu begitu 'basah' dan sudah terbukti terlibat secara langsung sejak awal. Sehingga, tidak ada cela bagi KPK untuk melindungi Ahok.
"KPK jangan pura-pura tidak tahu, jika dalam kasus ini Ahok lah yang mengusulkan anggaran pembelian Sumber Waras menggunakan APBD-P 2014 setelah bertemu dengan Ketua Yayasan RS Sumber Waras Kartini Muljadi. Tidak hanya itu, penganggarannya juga jelas berdasarkan disposisi Ahok pada Kepala Bappeda DKI Jakarta," bebernya.
Dengan demikian, Amir menegaskan, bahwa pengadaan lahan tersebut tidak berdasarkan perencanaan kebutuhan SKPD Dinas Kesehatan, melainkan berdasarkan keinginan Ahok pribadi yang ingin membahagiakan istrinya Veronica Tan setelah ditunjuk menjadi Ketua Yayasan Kanker Indonesia cabang DKI Jakarta.
Bahkan, Amir menambahkan, jauh sebelum itu, ada fakta lain yang cukup terang benderang, yang menurut Amir tidak bisa diabaikan oleh KPK.
"Kalau mau buka-bukaan, sebenarnya dalam kasus ini sudah terjadi penyimpangan sejak sebelum transaksi jual beli dilakukan," jelas dia.
Seperti sudah diketahui oleh publik, kata Amir, pengadaan tanah Sumber Waras dianggarkan melalui APBD-P 2014 yang tidak melalui proses evaluasi Kemendagri, sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2005 tentang Keuangan Daerah.
"Ingat, APBD-P DKI 2014 yang diajukan eksekutif dan eksekutif itu jelas tidak sah, karena Pemprov DKI tidak mengindahkan evaluasi Kemendagri," tegas Amir.
Sebab, kata dia, dalam evaluasi yang dilakukan Kemendagri salah satu catatannya adalah anggaran untuk pengadaan lahan RS SW harus ditinjau ulang, mulai dari payung hukum, kode anggaran dan nomenklatur harus diperbaiki, sebelum kemudian dikirim lagi ke Kemendagri untuk disahkan menjadi Perda.?
"Tapi apa? Faktanya adalah sampai hari ini evaluasi itu tidak pernah dilakukan oleh Ahok. Dengan kata lain, evaluasi Kemendagri itu tidak pernah digubris!," ungkap Amir.
Dengan fakta tersebut, menurut Amir, Perda APBD-P 2014 merupakan produk dari hasil 'perbuatan melawan hukum'.
"Perda itu jelas melanggar hukum karena itu dilakukan tanpa persetetujuan Kemendagri, makanya jangan heran jika BPK menyebut korupsi RS Sumber Waras sempurna!," katanya.
"Jadi, inilah kelemahan KPK dalam melakukan penyelidikan RS Sumber Waras. Mereka terjebak pada tata letak lahan dan harga NJOP. Artinya, KPK hanya terpaku pada proses pengadaan lahan.? Padahal, kalau mau profesional KPK harus menelusuri proses pembentukan APBD-P 2014 itu tadi," terang Amir.
Lebih jauh, Amir juga mempertanyakan sikap KPK yang tutup mata terhadap status kepemilikan lahan RS Sumber Waras yang belum jelas.
"Lahan itu belum jelas karena Yayasan Kesehatan Sumber Waras masih bersengketa di MA (Mahkamah Agung) dengan Yayasan induknya, yaitu Candra Naya," terang Amir.
"Artinya apa?, jelas bahwa Kartini Muljadi (Ketua Yayasan Kesehatan Sumber Waras) telah menjual tanah yang bukan miliknya. Jadi, sekarang saya tanya, Apakah menjual barang yang bukan miliknya itu bukan perbuatan melawan hukum??," cetus Amir.
Amir juga tidak habis pikir, jika KPK masih mengaku tidak menemukan perbuatan melawan hukum dalam kasus RS Sumber Waras.
"Konsekuensi dari transaksi itu apa?, jelas dalam hal ini perbuatan Ahok telah memperkaya korporasi Kartini Muljadi cs. Masak komisioner KPK tidak tahu itu," ungkapnya.
"Sekarang saya tanya lagi, apakah keterlibatan Ahok dalam transaksi jual beli barang yang masih bersengketa, bukan perbuatan melanggar hukum?," pungkasnya.(icl/teropongsenayan/bh/sya) |