SURABAYA, Berita HUKUM – Angkutan Khusus Pelabuhan (Angsuspel) Tanjung Perak, Surabaya tak menajamin keamanan barang penumpangnya. Alasannya, selaku pihak penyedia angkutan, Organda Angsuspel hanya sebatas memungut biaya angkut dari lokasi ke tujuan pengiriman. Padahal, baru-baru ini tarif naik 29%.
Kody Lamahayu, Ketua DPC Organda Angsuspel Tanjung Perak, Surabaya mengatakan, sampai saat ini tidak ada tambahan biaya untuk mengamankan barang penumpang. Menurutnya, pihaknya hanya meminta tarif angkut. Seharusnya, katanya, yang menjamin keamanan barang adalah pihak pemberi order kepada Organda. “Jika ada kehilangan, lalu ketahuan yang mencuri itu adalah awak kendaraan sendiri atau pemilik kendaraannya, ya dia yang harus bertanggungjawab,” ujarnya.
Ia pun balik mengeluh, kenaikan tarif yang hanya mencapai 29 persen itu sangat rendah, terlebih jika dibandingkan dengan tarif jasa angkut di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Seharusnya, kenaikan yang normal itu mencapai 59 persen. “Naik 29 persen itu sudah sangat rendah. Padahal, realistis dengan perhitungan kami, harusnya naik sampai 59 persen,” terangnya.
Kenaikan tarif yang diberlakukan sejak 22 Juni 2013 itu tak sebanding dengan biaya operasional. Kenaikan tarif itu sebagai imbas dari naiknya harga Bahan Bakar Minyak. “Kenaikan tarif ini menyangkut harga BBM, inflasi setahun sebesar 9 persen, suku cadang 20 persen, kenaikan gaji awak 20 persen, penyusutan kendaraan 15 persen dan biaya operasional yang meningkat 20 persen,” rinci Kody.
Hengky Pratoko, Ketua Umum DPW Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menjelaskan, Organda Angsuspel Tanjung Perak tidak sebatas meminta kenaikan tarif angkut barang saja. Tapi juga harus menjamin keamanan dalam setiap pelaksanaan jasa angkutnya. “Di undang-undang angkutan jalan raya itu ada klausul bahwa setiap pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya, memiliki hak dan kewajiban. Nah, hak pemilik barang harus dilayani,” ujarnya.
Jika Organda Angsuspel Tanjung Perak tidak menjamin keamanan barang, maka itu sama halnya dengan membiarkan kejahatan. Dikhawatirkan segala bentuk kejahatan yang terjadi dalam proses jasa pengangkutan barang, Organda bisa sewenang-wenang dan tidak bertanggunghjawab apabila ada kehilangan maupun kerusakan barang. “Ini sama halnya dengan menyerahkan ‘kepala kita’ terang-terangan,” tegasnya.(bhc/din) |