JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengaku kaget dengan laporan transaksi mencurigakan dari rekening yang dimiliki pegawai negeri sipil (PNS) muda. Rata-data dari mereka, baru berkiprah sekitar lima tahun atau golongan III B. Namun, para PNS mudah itu memiliki jumlah rekening fantastik.
“Saya syok setelah mengetahui hasil laporan korupsi, bukan saja yang dilakukan pejabat-pejabat negara senior, tapi syoknya adalah itu juga dilakukan PNS muda golongan III B," kata dia kepalada wartawan disela-sela seminar di Jakarta, Selasa (6/12).
Para PBS muda tersebut, lanjut dia, melakukan tindak pidana korupsi dengan memegang proyek-proyek pemerintahan yang nilainya mencapai miliaran rupiah. Bahkan, ada yang baru berusia 28-38 tahun, sudah mengerjakan proyek miliaran rupiah. Selanjutnya untuk menghilangkan jejak uangnya, pegawai tersebut memecah uangnya ke rekening anak, istri dan orang tuanya.
“Saya kaget, karena ada proyek yang dikerjakan sang pegawai muda itu fiktif dan anggaran proyek yang ada ditilep. Awalnya, saya kira mereka bekerja buat atasan, ternyata tidak. Mereka bermain sendiri. Uangnya, dipecah-pecah. Bahkan,, ada anaknya yang baru berusia lima bulan sudah diasuransi Rp 2 miliar. Ada juga anaknya yang lima tahun, juga diasuransikan pendidikan Rp5 miliar. Uang itu juga dikirim ke ibu mertuanya," ungkap Agus.
Dalam catatan PPATK, lanjut dia, setidaknya ada 10 pegawai muda dengan tingkat golongan III B yang mempunyai rekening hingga miliaran rupiah. Hal ini diketahui dari aplikasi komputer dengan sistem visual link. Hanya dengan mengetik nama serta tanggal lahir orang itu, muncul riwayat transaksi keuangannya di bank atau perusahaan asuransi.
“Sayangnya, UU Tindak Pidana Pencucian Uang hanya bisa menjerat pelaku. Sedangkan anak, istri dan orang tua dan lainnya yang turut membantu menyimpang uang haram, belum bisa dijerat. Perlu penguatan UU itu, agar bisa menjerat mereka. UU ini hanya dapat melakukan pembuktian terbalik, kalau ia tidak bisa membuktikan hartanya itu, maka dapat dilakukan perampasan aset,” jelas dia.
Dalam kesempatan ini, PPATK meminta Inspektorat Jenderal (Itjen) di masing-masing kementerian menjalankan fungsinya dengan melakukan pengawasan terhadap pegawainya. Pasalnya, Itjen memiliki kewenangan melakukan pengawasan melekat (waskat). Jika ada anak buah yang kelihatan glamor, ditanyakan uangnya dari mana. Atasan harusnya mengetahuinya dan harus mencari tahu.
Selain itu, lanjut Agus, Itjen harus melakukan pembenahan bila waskat yang ada tidak berjalan secara efektif. Salah satunya dengan mengevaluasi pelaksanaan pengawasan yang sudah berjalan secara rutin. Termasuk sistem manual pelayanan pada kementerian-kementerian yang ada dengan sistem terintegrasi teknologi yang lebih transparan.
“PPATK akan terus berupaya melakukan koordinasi dengan Irjen kementerian. Koordinasi itu ditingkatkan dengan ditandatanganinya nota kesepahaman untuk pertukaran data dengan Irjen. Atasannya juga harus melakukan pemeriksana terhadap proyek yang diusulkan serta dijlankannya,” imbuh dia.(inc/spr)
|