SAMARINDA, Berita HUKUM - Bank Kaltim yang merupakan Bank milik Pemerintah Daerah Kalimantan Timur yang dahulunya bernama Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim yang terletak di Jl. Awang Long Samarinda, beberapa minggu terakhir digoyang aksi karyawan menuntut hak mereka yang merasa dikebiri oleh management Bank Pemerintah Daerah tersebut, dan menuntut penghapusan sistim Outsourcing serta mengangkat mereka sebagai karyawan tetap.
Aksi demo sekitar 40 lebih karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Speedy (Serikat Pekerja Office Boy Driver Security) Bank Kaltim Senin (29/4), memprotes kebijakan perusahaan daerah tersebut terkait status yang berakibat pada kesenjangan pendapatan mereka terima setiap bulannya.
Aksi mereka dengan membawa keranda dan nisan pertanda manajemen Bank Kaltim telah mati hati dan perasaannya, dimulai pukul 09:30 Wita pada Kantor Gubernur Kaltim di Jl. Gajah Mada Samarinda, dan pada siang harinya mereka melakukan long march menuju Kantor Bank Kaltim.
Koordinator aksi yang sekaligus sebagai Ketua Serikat Pekerja Speedy, Dudin, dalam orasinya juga mengatakan bahwa tenaga kerja pada Koperasi Karyawan Simpeda Jaya Bank Kaltim ternyata sejak 2007 sudah tidak memiliki izin usaha.
Dudin juga mengungkapkan sesuai Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 66, yang mengatur tentang status tenaga kerja dikelola oleh perusahaan yang "ilegal", seharusnya Bank Kaltim sebagai penanggung jawab mengangkat pegawai yang semula berstatus sebagai tenaga Outsourcing tersebut.
"Kalau diamati ada dua persoalan, yang pertama terkait habisnya izin usaha Koperasi Karyawan Simpeda Jaya Bank Kaltim sejak 2007. Namun, ternyata masih aktif melakukan kegiatan usaha," papar Dudin.
Dudin kepada pewarta BeritaHUKUM.com mengatakan bahwa sudah jelas dalam pasal 66 ayat (4) Undang-Undang ketenaga kerjaan menyebutkan, "Apabila perusahan penyedia jasa tenaga kerja (Outsourcing) tidak memiliki izin dari instansi terkait di bidang ketenagakerjaan, maka DEMI HUKUM status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buru beralih menjadi hubungan kerja antar perusahaan pemberi pekerjaan menjadi pegawai tetap," tegas Dudin.
Namun Bank Kaltim tidak mematuhi undang-undang tersebut, walaupun sudah ada keputusan saran dari Disnaker kota Samarinda, namun justru sebaliknya di dapat karyawan yaitu Bank Kaltim melakukan keputusan sepihak dengan memecat atau mem-PHK, terang Dudin.
"Andaikata aksi kami yang kesekian kalinya ini tidak ditanggapi oleh pemerintah Provinsi Kaltim selaku pemegang saham terbesar Bank Kaltim dan Direksi Bank Kaltim itu sendiri, Dudin mengancam akan melakukan aksi ke Bank Indonesia dan akan membongkar kasus penyimpangan yang ada pada Bank Kaltim," pungkas Dudin.(bhc/gaj) |