JAKARTA, Berita HUKUM - Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menegaskan pengumpulan dukungan tanda tangan anggota DPR untuk penggunaan hak interpelasi terkait kenaikan harga BBM siap digulirkan Senin (24/11).
Dukungan ditargetkan bisa mencapai 300 tanda tangan. Selain anggota Koalisi Merah Putih (KMP), Bambang mengatakan dukungan juga diharapkan dari anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang kecewa karena Jokowi telah mengkhianati rakyat dengan mengambil jalan pintas menaikkan harga BBM di saat rakyat sedang susah memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
"DPR menilai kenaikan harga BBM bersubsidi saat ini sama sekali tidak tepat, bahkan sulit diterima akal sehat. Sebab, harga BBM bersubsidi dinaikkan ketika harga minyak di pasar internasional turun drastis, alias lebih rendah dari asumsi APBN tahun berjalan," kata Bambang melalui pesan singkat, Minggu (23/11).
APBN-P 2014 mengasumsikan harga minyak 105 dolar AS per barel, sementara harga minyak saat ini di dibawah 80 dolar AS per barel. Artinya, ujar Bambang, tekanan beban fiskal bagi pemerintah baru relatif belum bertambah karena turunnya harga minyak di pasar internasional.
"Kita menyesalkan Jokowi mengambil jalan pintas. Dan itu sama artinya Jokowi tidak punya itikad baik terhadap rakyat," tuturnya.
Hak interpelasi adalah hak bertanya dewan dengan memanggil presiden. Presiden harus menjelaskan dasar apa yang dipakai untuk menaikan harga BBM. Karena. Harga minyak dunia tengah turun. Cash flow pemerintah juga dikabarkan aman.
"Bagaimana hitung-hitungannya? Jangan seenaknya saja mencari jalan pintas dengan mengalihkan beban fiskal pemerintah ke pundak rakyat," kata anggota Komisi III DPR itu.
Kalau penjelasan presiden atau pemerintah memuaskan, hak interpelasi selesai. Namun kalau tidak memuaskan bisa berlanjut ke penggunakan hak dewan yang lain. "Seperti hak angket dan tidak menutup kemungkinan bisa ke hak menyatakan pendapat atau Impeachment," ujarnya.
Sementara, Pimpinan Komisi VI DPR RI sangat menyesalkan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Kenaikan ini dinilai tidak tepat di saat harga minyak dunia sedang turun dan pertumbuhan ekonomi sedang melambat. Dampak ikutannya, inflasi ikut meningkat tajam, sehingga mengoreksi angka pertumbuhan.
Demikian penegasan Pimpinan Komisi VI DPR RI dalam jumpa persnya di ruang rapat Komisi VI, Jumat (21/11). Hadir dalam jumpa pers tersebut, Ketua Komisi VI DPR Achmad Hafisz Tohir (F-PAN) dan tiga wakilnya masing-masing Azam Azman (F-PD), Heri Gunawan (F-Gerindra), dan Dodi Alex Noerdin (F-PG). Kebijakan ini, kata Hafisz, akan menaikkan angka kemiskinan sesuai data BPS sebesar 29 juta rakyat miskin dan berpotensi bertambah menjadi 40 juta dari 70 juta rakyat rentan miskin.
Hal yang paling disorot oleh Pimpinan Komisi VI, dampaknya terhadap dunia industri. Dalam rilisnya disebutkan, kenaikan harga BBM menyebabkan harga bahan baku industri dan distribusinya mengalami kenaikan. “Sektor perindustrian diperkirakan akan memperoleh tekanan pada biaya produksi dan operasional, termasuk kenaikan gaji. Dampak paling besar pula dialami industri kecil yang selama ini masih menggunakan BBM bersubsidi,” papar Heri Gunawan.
Dalam rilis yang dibacakan bergantian oleh Pimpinan Komisi VI, disebutkan bahwa pendapatan para pelaku UKM terus merosot. Pelaku UKM juga akan mengurangi pekerjanya untuk mengurangi beban operasional produksinya. “Tercatat pada tahun 2013 jumlah UKM di Indonesia sebanyak 54 juta dengan jumlah penyerapan tenaga kerja sebesar 101 juta. Dengan kenaikan harga BBM bersubsidi maka jumlah tenaga kerja tersebut terancam akan menjadi penganggur,” kata Dodi Alex Noerdin.
Sedangkan di sektor perdagangan, dampak yang ditimbulkan adalah menurunnya volume perdagangan dalam negeri, lantaran Sembilan bahan kebutuhan pokok ikut naik. “Kami akan meminta penjelasan dari pemerintah atas semua masalah ini. Asumsi-asumsi apa saja yang digunakan untuk menaikkan harga BBM bersubsidi dan langkah apa yang dilakukan untuk menghadapi inflasi,” ujar Hafisz.(mh/dpr/tribunnews/bhc/sya) |