JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui bahwa risiko politik dari kebijakan bailout atau dana talangan Bank Century tinggi, namun tetap harus dilakukan untuk menghindari krisis. Hal ini dikatakan Presiden SBY dalam pembukaan rapat koordinasi bidang perbankan di Aula Bank Rakyat Indonesia (BRI) lantai 21, Gedung BRI I, Jakarta.
Dunia perbankan, ujar SBY, selain memiliki peran untuk menjalankan roda perekonomian, juga bisa menjadi penyebab dari timbulnya krisis. "Sekarang pun dalam krisis 2011-2012, ada bank di Eropa yang sekali bailout itu memerlukan anggaran 100 miliar dollar AS, setara dengan hampir Rp 1000 triliun. Di negara kita, tahun 1998 krisis ekonomi yang sangat dahsyat juga dipicu oleh krisis perbankan", SBY menjelaskan.
"Tahun 2008-2009, kalau dulu kita tidak cepat melakukan sesuatu untuk salah satu bank yang dianggap bermasalah, barangkali bisa terjadi lagi seperti 1998-1999 dulu. Meskipun tentu ada risiko politiknya untuk memberikan penyertaan modal sementara atas Bank Century dulu yang jumlahnya, ya sekitar 600 juta dollar. Political cost-nya tinggi sekali", ujar Presiden. Bank Century sendiri saat ini telah berubah nama menjadi Bank Mutiara.
"Meskipun tidak segera, pada saat diambil tindakan dan menyelesaikan masalah hingga tidak terjadi krisis, tidak ada apa-apa, tapi setahun kemudian lantas menjadi isu besar. Kita pahami memang politik bisa seperti itu, meskipun jumlahnya belum seberapa dibandingkan dengan bailout di negara-negara lain yang dilakukan untuk tujuan yang sama", kata Presiden SBY.
Oleh karena itu, Presiden berpesan kepada para pemimpin perbankan untuk mengelola dan menjalankan misi dengan baik untuk perekonomian dan rakyat. "Keliru, lalai, apalagi ada penyimpangan, dampaknya luar biasa", SBY menegaskan, sebagaimana yang dikutip dari situs presiden.go.id pada Jumat (10/8).(arc/pdn/bhc/opn) |