JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutanto mempertanyakan travel warning yang dikeluarkan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Inggris yang telah mengetahui informasi akan adanya bom meledak di Solo. Pasalnya, jika Inggris benar-benar tahu akan adanya pengeboman itu, aksi pengeboman itu tidak mungkin akan terjadi.
"Kalau memang (Deplu Inggris) tahu, tidak mungkin ada kejadian (aksi teroris di) Solo. Aparat keamanan yang tentu tahu informasi (dan bisa segera mengantisipasinya sebagai langkah pencegahan),” kata Sutanto kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Senin (26/9).
Namun, Sutanto menyatakan, bom yang meledak di Solo bersifat lokal. Ia pun berani menduga bahwa efeknya tidak terlalu mempengaruhi kondisi ekonomi nasional. Tapi semua pihak diminta untuk tidak terlalu bersikap berlebihan. Teror tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan menimpa negara-negara lain. “Kami sudah menangkap ratusan pelaku terorisme. Mudah-mudahan kami bisa menjaga (Indonesia) dengan baik,” tandas mantan Kapolri tersebut.
Sementara itu, Polri merilis empat buron kelompok teroris peledak Masjid Adz Dzikra Mapolresta Cirebon, Jawa Barat. Mereka tersebut adalah Amir Ashabul Kahfi Cirebon, Yadi Al Hasan; Heru Komarudin; Beni Asri; dan Nanang Irawan alias Nang Ndut alias Gendut alias Rian.
Yadi berperan sebagai orang yang menyembunyikan pelaku bom Klaten. Dia juga memerintahkan untuk memberikan pelatihan kepada perakit bom bunuh diri. Sedangkan Heru Komarudin merupakan perakit bom yang diledakkan pelaku bom bunuh diri di Cirebon, M Syarif. Beni dan Gendut yang menyembunyikan rangkaian bom.
Dugaan kesamaan kelompok pelaku bom bunuh diri ini juga terbaca dari cara menyimpan bahan peledak. Pelaku bom bunuh diri di Solo menyimpan peledak di perut. Metode ini sama dengan yang digunakan M Syarif saat membawa bom untuk meledakkan masjid Mapolresta Cirebon yang mereka anggap sebagai musuhnya.(mic/rob/bie)
|