*Turunkan 3.000 aktivis dan siap berdarah-darah
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Dalam rangka memperingati dua tahun pemerintahan SBY-Boediono, Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) berencana untuk menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran. Target yang mereka pilih adalah Istana Negara sebagai tempat pusat dari pemerintahan tersebut.
Untuk kelancaran aksi tersebut, sejumlah aktivis mahasiswa melakukan konsolidasi di depan Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Jumat (30/9). Konsolidasi yang diikuti pewakilan dari BEM se-Jabodetabek dilakukan dengan cara berorasi dan membawa karangan bunga sebagai simbol duka cita atas pemerintahan di bawah kendali Presiden SBY itu. Mereka merencanakan aksi itu pada 20 Oktober nanti.
"Di sini, kami akan melakukan konsolidasi kampus-kampus BEM seluruh Indonesia untuk turun ke jalan. Kami akan mengerahkan 3.000 mahasiswa pada dua tahun pemerintahan SBY-Boediono," kata Presiden BEM SI, Adhitia Pradipta kepada wartawan.
Menurut dia, alasan unjuk rasa ini, karena banyaknya kesalahan mendasar dari pemerintahan SBY. Satu di antaranya adalah gagal dalam memberikan kesejahteraan masyarakat, memberikan perlindungan hukum, mewujudkan pendidikan yang terjangkau dan berkualitas serta merata, gagal mewujudkan pemberantasan korupsi.
Bahkan, lanjut dia, aktivis BEM SI siap pasang badan guna terealisasinya harapan tersebut. Aktivis mahasiswa pun siap untuk berdarah-darah untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat yang tak lagi diperhatikan pemimpinnya saat ini. “Kami siap berdarah-darah membela kepentingan rakyat,” ungkap dia.
Di tempat terpisah, Ketua DPR Marzuki Alie tidak mempermasalahkan rencana demo besar-besaran memperingati dua tahun pemerintahan SBY-Boediono pada 20 Oktober nanti. Namun, hal itu harus sesuai koridor hukum dan berjalan tertib. "Selama itu tidak anarkis, saya kira itu tidak ada masalah. Negara ini negara demokrasi, setiap warga negara berhak menyuarakan pendapatnya," kata dia.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut juga berharap peserta demo tidak ditunggangi pihak manapun. Jika ada hal itu, dirinya merasa prihatin, karena untuk kepentingan tertentu, mahasiswa dikorbankan. "Selama itu konstitusional tidak masalah, tapi bila mengarah inkonstitusional, itu baru menjadi masalah," tandasnya.(inc/irw/rob)
|