Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pidana    

Arsyad Sanusi Ubah Draf Surat MK
Thursday 01 Dec 2011 20:31:32
 

Arsyad Sanusi (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Konspirasi dalam pembuatan surat palsu Mahkamah Konstitusi (MK) makin terkuak. Satu di antaranya peran mantan hakim konstitusi Arsyad Sanusi yang membuat draf pengubahan surat bernomor 112/PAN.MK/2009 tertanggal 14 Agustus 2009.

Surat ini, berisi tentang penjelasan yang tidak sesuai dengan putusan MK Nomor 84/PHPU.C/VII/2009 tentang Perselisihan Pemilu DPR RI Dapil Sulsel I. Bahkah, Arsyad yang menyuruh Masyhuri Hasan untuk mengetik dan mengirimkan surat tersebut kepada Zainal Arifin Hoesein yang saat itu masih menjabat panitera di MK.

"Saya diminta menunjukkan draf surat penjelasan tertanggal 14 Agustus yang sudah saya kirim ke KPU pada 15 Agustus, tapi saya tidak bawa. Jadi saya sempat balik ke MK untuk mengambil draf tersebut," kata Masyhuri Hasan, saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (1/12).

Menurut Masyhuri, sebelumnya ia sempat ditelepon Neshawati (putri Arsyad) untuk datang ke apartemen khusus hakim konstitusi di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, pada 16 Agustus 2009 atau sehari setelah Masyhuri mem-faks surat penjelasan MK tertanggal 14 Agustus. Saat sampai di apartemen, tak hanya ada Arsyad, melainkan Dewie Yasin Limpo juga sudah berada di sana.

Saat draf tersebut diserahkan, Arsyad kemudian membaca draf yang kemudian juga ikut dibaca Dewie. Setelah itu, Arsyad langsung berkatab bahwa kalau isi surat seperti itu, Dewie takkan mendapat kursi DPR RI. Kemudian, Arsyad mengambil pulpen dan sempat memberikan catatan-catatan pengubahan.

"Saya tidak terlalu jelas yang dituliskan Pak Arsyad. Yang jelas ada kata Dewie Yasin Limpo di tuliskan Pak Arsyad. Selanjutnya, saya balik ke MK untuk mengetik untuk kemudian menyerahkan surat itu kepada Pak Zaenal di rumahnya. Tapi Pak Zainal menolak untuk menandatangani surat itu," jelas Masyhuri.

Masyhuri pun akhirnya meng-copy paste tanda tangan Zaenal Arifin Hoesin untuk surat jawaban MK atas surat permintaan jawaban KPU. Praktik tersebut (menyalin tempel) tanda tangan Panitera MK sudah berlangsung sejak zaman, saat MK dipimpin Jimly Asshiddiqie. Hal itu ditujukan agar kegiatan administrasi di MK berlangsung cepat, mengingat penanganan perkara di MK untuk perselisihan hasil pemilu dibatasi waktu. “Itu untuk yang di-fax. Putusan aslinya ya tanda tangan yang asli,” tandasnya.

Dalam perkara ini, terdakwa Mashuri Hasan yang merupakan mantan juru panggil MK terancam pidana penjara paling lama enam tahun terkait kasus pemalsuan surat MK. Dalam dakwaan penuntut umum, diketahui bahwa Andi Nurpati yang kini menjadi seorang petinggi Partai Demokrat pernah menerima dua surat dari MK yang merupakan jawaban atas permintaan penjelasan KPU terkait sengketa kepemilikan kursi Daerah Pemilihan (Dapil) Sulawesi Selatan (Sulsel) I.

Surat pertama diterima Andi, pada tanggal 14 Agustus 2009 dan difax Mashyuri Hasan. Setelah itu, Andi Nurpati menerima surat lainnya dalam substansi yang sama pada tanggal 17 Agustus 2009. Surat diantar langsung oleh Mahsyuri Hasan, dan seorang rekannya di MK ke Andi di gedung Jak TV.

Dikemudian hari, surat tertanggal 14 Agustus 2009 itu diketahui merupakan surat palsu, karena kendati ditandatangani Panitera MK saat itu Zaenal Arifin Hoesin dan berstempel resmi MK, substansi isi surat tak sesuai dengan putusan MK terkait sengketa kepemilikan kursi Dapil Sulsel I.

MK menilai surat yang asli adalah yang dikirimkan pada tanggal 17 Agustus 2009. Hal itu diketahui MK, setelah KPU melalui rapat plenonya yang diketuai Andi Nurpati telah menetapkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura sebagai pihak yang berhak kursi DPR dari Dapil Sulsel I. Seharusnya yang berhak untuk kursi tersebut berdasarkan putusan MK dalam sengketa kepemilikan kursi Dapil I Sulsel, adalah Mestariani Habie dari Partai Gerindra.

Namun, Andi saat memimpin rapat pleno penetapan Dewi Yasin Limpo itu, menggunakan surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus 2009. Padaha, ia juga sudah mengantongi surat MK tertanggal 17 Agustus 2011. Atas hal tersebut, Andi mengaku kesalahannya kepada Abdul Hafiz. KPU pun harus menggelar rapat pleno untuk merevisi hasil rapat pleno dan menetapkan Mestariani Habie sebagai pemilik yang sah.(dbs/wmr)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

 

ads2

  Berita Terkini
 
Jokowi Akhirnya Laporkan soal Tudingan Ijazah Palsu ke Polisi, 5 Inisial Terlapor Disebut

Polri Ungkap 72 Kasus Destructive Fishing, Selamatkan Kerugian Negara Rp 49 Miliar

3 Anggota Polri Ditembak Oknum TNI AD di Way Kanan Lampung, Menko Polkam Minta Pelaku Dihukum Berat

BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2