ARAB SAUDI, Berita HUKUM - Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, mengumumkan bahwa Saudi memutus hubungan diplomatik dengan Iran pada Minggu (3/1) malam, setelah demonstran menyerbu kedutaan besar Saudi di Teheran.
Orang-orang berunjuk rasa di kantor kedutaan Saudi di ibu kota Iran tersebut untuk memprotes pelaksanaan hukuman mati terhadap ulama Syiah terkemuka oleh pemerintah Saudi, Nimr al-Nimr, hari Sabtu (2/1), yang dikatakan terlibat kasus terorisme.
Dalam keterangan pers, Adel al-Jubeir mengatakan pemerintahnya tidak akan membiarkan Iran "mengganggu keamanan dalam negeri" Saudi.
"Iran telah membagikan senjata dan menanam sel-sel teroris di kawasan, termasuk di Saudi ... ada intervensi dan agresi negatif terhadap masalah-masalah Arab yang diikuti dengan kematian dan kerusakan," kata Adel al-Jubeir.
Selain membekukan hubungan diplomatik dengan Teheran, Menlu Adel al-Jubeir juga memerintahkan semua diplomat Iran untuk meninggalkan Saudi dalam 48 jam.
Presiden Iran, Hassan Rouhani, mengecam serangan terhadap kantor kedutaan Saudi di negaranya namun ia juga menyalahkan pemerintah di Riyadh, yang ia katakan memicu kemarahan dengan mengeksekusi ulama Syiah.
Sementara, pelaksanaan hukuman mati terhadap ulama Syiah terkenal Arab Saudi, Sheikh Nimr al-Nimr, memicu kemarahan dan protes oleh komunitas Syiah di Timur Tengah dan kawasan lain.
Negara yang paling keras mengecam eksekusi Sheikh Nimr al-Nimr bersama 46 terpidana lain di Arab Saudi pada Sabtu (2/1) adalah Iran.
Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan kerajaan Arab Saudi yang mayoritas penduduknya Sunni akan membayar mahal atas tindakannya. Kementerian Luar Negeri juga sudah memanggil Kuasa Usaha Arab Saudi di Teheran sebagai protes.
Korps Garda Revolusi Iran mengatakan "balas dendam keras" akan dilancarkan atas eksekusi ulama Syiah, lapor kantor berita Iran.
Sebaliknya Arab Saudi, menurut Kementerian Luar Negeri, memanggil utusan Iran "dan menyerahkan nota protes dengan kata-kata keras atas pernyataan agresif Iran".
Pemimpin Agung Iran Ayatollah Khamenei mengunggah foto yang mengisyaratkan bahwa eksekusi itu dapat disamakan dengan dengan tindakan kelompok yang menyebut diri Negara Islam (ISIS).
Sebagai kekuatan Syiah di Timur Tengah, Iran memberikan perhatian besar terhadap nasib minoritas Syiah di kawasan, lapor wartawan BBC tentang masalah Timur Tengah Alan Johnston, sehingga tak dapat dielakkan lagi kedua negara bentrok terkait dengan perlakuan yang dialami Sheikh Nimr.
Ditambahkannya, salah satu kekhawatiran utama Arab Saudi adalah peningkatan pengaruh Iran di sejumlah negara, antara lain di Suriah, Irak dan tempat-tempat.
Di Arab Saudi sendiri juga pecah protes di Provinsi Timur yang didiami oleh komunitas Syiah.
Adapun Dewan Syiah Lebanon menyebut eksekusi Sheikh Nimr al-Nimr sebagai "kesalahan besar, sementara kelompok Hisbullah Libanon menyebutnya sebagai "pembunuhan".
Di Bahrain, tempat mayoritas Syiah mengaku mengalami marginalisasi di bawah keluarga Sunni yang berkuasa, terjadi bentrokan antara pemrotes dan polisi.
Unjuk rasa juga digelar di Yaman, Pakistan dan wilayah Kashmir yang dikuasa India.
Sheikh Nimr tercatat sebagai ulama terkemuka dan vokal yang menyuarakan perasaan minoritas Syiah di Arab Saudi yang merasa dipinggirkan dan didiskriminasi. Ia termasuk salah satu dari 47 orang yang dieksekusi di 12 lokasi di Arab Saudi setelah dinyatakan bersalah dalam kasus terorism.
Dari 47 terpidana mati itu terdapat dua warga negara asing, yaitu Kanada dan Mesir, sedangkan sisanya warga negara Arab Saudi.(BBC/bh/sya) |