JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota DPR RI Nasir Djamil menegaskan perusahaan sekelas PT. Blue Bird Taksi yang juga membuat perusahaan didalam perusahaan, sehingga muncullah PT Blue Bird, dimana proses hukum terkait saham masih berjalan, harus menghormati proses hukum.
"Harus menghormati proses hukum, ikuti tahapan-tahapan hukum yang masih berjalan, tidak boleh serta merta mengambil tindakan sepihak," tegas Nasir Djamil kepada wartawan di Jakarta, Senin (13/10).
Anggota DPR RI peraih suara terbanyak di Aceh ini mengingatkan perusahaan harus mengedepankan profesionalitas dalam menjalankan usahanya. "Saya kira perusahaan yang besar itu harus mengedepankan profesionalitas, akuntabilitas, dan transparansi, jadi hargai proses hukum yang tengah berjalan," bebernya.
Menurut Nasir, tetap ada perbedaan antara perusahaan yang telah memiliki nama dengan perusahaan abal-abal, sehingga Blue Bird wajib mematuhi proses hukum. "Kalau perusahaan abal-abal kita masih maklumi, tapi kalau perusahaan besar maka sangat keterlaluan jika mengabaikan hukum. Selama masih bermasalah dari sisi hukumnya maka gerak gerik perusahaan itu terbatas, jangan sampai tidak menghargai jalannya proses hukum," pungkas Nasir.
Seperti diketahui, Mintarsih A. Latief satu diantara para pemilik saham PT Blue Bird Taksi usai mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di gedung Sumitro Djojohadikusumo komplek Kementrian Keuangan RI, Jl. Lapangan Banteng Timur, mengatakan
Blue Bird jangan menipu publik.
"Blue Bird jangan menipu publik, OJK perlu jeli bahwa yang dijual bukan PT Blue Bird yang asli, karena OJK perlu jeli, karena kepemilikan PT Blue Bird tidak jelas," beber Mintarsih kepada wartawan, Senin (13/10).
Dijelaskan Mintarsih, Blue Bird menjual saham ke masyarakat. Jual saham memang merupakan hak bagi yang merasa memilikinya, selama tidak melanggar Undang-undang Pasal 93 UU Pasal Modal menentukan bahwa penjelasan saham tidak boleh dengan keterangan yang tidak benar atau menyesatkan. Pasal inilah yang dilanggar.
Sekarang saham PT Blue Bird dapat dibeli oleh masyarakat, namun izin OJK belum keluar. Yang dijual adalah PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) yang didirikan pada tahun 2001 dan bukan PT Blue Bird Taxi yang didirikan pada tahun 1972.
"Mengapa harus sangat jeli? Karena banyak penjelasan menyesatkan yang ada di buku Prospek awal PT Blue Bird (tanpa kata Taxi). Direksi PT Blue Bird Taxi tadinya ada empat orang. Namun karena dua meninggal, maka tersisa dua orang. Dari dua orang tersebut, satu tidak boleh mengelola, yang dipaksakan tanpa melalui jalur hukum, yaitu tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), jelas itu melanggar," ujarnya.
UPAYA MENYINGKIRKAN PEMEGANG SAHAM
Dipaparkan Mintarsih, pada tahun 2001 didirikanlah PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) oleh dua diantara enam pemegang saham PT Blue Bird Taxi.
Sehingga PT Blue Bird Taxi berbeda dari PT Blue Bird (tanpa kata Taxi, yaitu :
- PT Blue Bird Taxi didirikan pada tahun 1972
- PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) didirikan pada tahun 2001
- Direktur PT Blue Bird Taxi ada empat orang
- Direktur PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) ada satu orang
- Pemegang saham PT Blue Bird Taxi ada enam orang
- Pemegang saham PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) terdiri dari dua orang (dan putra-putrinya)
- Pelanggan-pelanggannya sama, karena pelanggan PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) diambil dari PT Blue Bird Taxi. Hal ini tidak diketahui oleh Pelanggan maupun pemegang saham yang bukan keluarga Purnomo dan bukan keluarga Alm. Chandra.
"Upaya-upaya untuk menutupi para pemegang saham (yang bukan keluarga Purnomo, maupun keluarga Alm. Chandra) dilakukan secara terarah, sistematis, terencana dan massif, yaitu dengan cara :
- Tidak memberikan laporan keuangan tahunan
- Menghilangkan hak mengelola seorang direksi tanpa melalui jalur hukum. Dan melakukan laporan-laporan rekayasa ke Kepolisian
- Melakukan kekerasan fisik terhadap dua pemegang saham (satu diantaranya wanita berusia 74 tahun)
- Tidak menyesuaikan PT Blue Bird Taxi dengan Undang-undang No. 1 tahun 1996 dan No. 40 tahun 2007, sehingga PT ini lenyap secara hukum. PT Blue Bird Taxi ini baru didaftarkan kembali pada tahun 201 (pertengahan) setelah keberadaan PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) terungkap," ulas Mintarsih.
Selain itu dalam buku Prospektus awal terdapat banyak keterangan palsu, seperti:
- PT Blue Bird merupakan embrio dari Blue Bird yang didirikan pada tahun 1972. Padahal PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) berbeda dan bukan embrio dari PT Blue Bird Taxi. Direkturnya hanya seorang dari lima Direktur PT Blue Bird Taxi; pemegang sahamnya hanya dua dari enam pemegang saham PT Blue Bird Taxi.
- Bahwa kepemilikan PT Blue Bird seolah-olah tidak bermasalah, padahal kepemilikannya belum jelas, karena mengambil alih semua prospek PT Blue Bird Taxi, dengan mengkerdilkan PT Blue Bird Taxi. Dengan perkataan lain semua perkembangan sejak awal berdirinya merupakan prospek milik PT Blue Bird Taxi yang dialihkan ke PT Blue Bird (tanpa kata Taxi).
- Tidak disebutkan resiko bahwa logo “burung biru” dan merk “BLUE BIRD” akan digugat oleh PT Blue Bird Taxi.
- Gugatan terhadap fasilitas-fasilitas PT Blue Bird Taxi yang lain.
- Dan masih ada tanah-tanah yang telah dialihkan ke PT Blue Bird (tanpa kata Taxi).
RANGKAP JABATAN SEPIHAK
Pada tanggal 29 Maret 2001 Purnomo Prawiro dan Alm. Chandra Suharto mendirikan perusahaan baru yang serupa, dengan menggunakan fasilitas PT Blue Bird Taxi, yaitu:
- Dengan nama yang mirip, yaitu PT Blue Bird (tanpa kata Taxi)
- Bergerak dalam bidang yang sama, yaitu angkutan taksi
- Dipimpin oleh pimpinan yang sama, yaitu: Purnomo Prawiro memegang jabatan rangkap sebagai Direktur di PT Blue Bird Taxi dan Direktur Utama PT blue Bird (tanpa kata Taxi). Alm. Chandra Suharto memegang jabatan rangkap sebagai Komisaris Utama di PT Blue Bird Taxi dan Komisaris Utama di PT Blue Bird (tanpa kata Taxi)
- menggunakan merk mobil yang sama, yaitu Toyota
- menggunakan logo ”burung biru” dan merk ”BLUE BIRD”.
- memakai warna taksi yang sama, yaitu ”biru muda”
- dengan kantor pusat yang sama, yaitu kantor pusat PT Blue Bird Taxi, suatu gedung mewah tingkat 5 (lima), di Jalan Mampang Prapatan Raya No. 60, Jakarta Selatan. Pool dan kantor pusat milik PT Blue Bird Taxi ini didirikan pada tahun 1992.
- dengan nomor-nomor tilpun yang sama, yaitu nomor-nomor milik PT Blue Bird Taxi (termasuk nomor-nomor tilpun untuk pesanan-pesanan taksi)
- menggunakan bengkel PT Blue Bird Taxi serta peralatannya
- dan bahkan dengan menggunakan karyawan dan pengemudi
Keberadaan PT Blue Bird baru terungkap pada tahun 2012. Padahal PT tersebut didirikan pada tahun 2001.
Setelah terungkap terjadi beberapa kegiatan serius:
a. pihak PT Blue Bird mulai untuk mengurus penjualan saham perdana ke masyarakat
b. pemegang-pemegang saham yang bukan keluarga Purnomo dan bukan keluarga Alm. Chandra Suharto mulai untuk mempersiapkan gugatan-gugatan.
"Masalahnya sudah sangat berbelit. Sehingga gugatan tidak dapat diselesaikandalam waktu satu tahun.
Pada tahun 2013 gugatan-gugatan ditayangkan ke Pengadilan. Faktanya adalah bahwa perkara-perkara di Pengadilan Negeri yang berhubungan PT Blue Bird Taxi maupun PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) gugatannya ditangani oleh satu Hakim Ketua Pemborong, yang memborong semua perkara. Hasilnya tidak memuaskan bagi pemegang saham PT Blue Bird Taxi yang bukan Purnomo dan bukan Chandra," ungkap Mintarsih.
Ditambahkannya pada tahun 2014, minimal ada lima perkara.
Tiga yang terbaru, yang sudah didaftarkan ke Pengadilan adalah :
- Gugatan di Pengadilan Niaga terhadap logo ”burung biru” dan merk ”BLUE BIRD” Demikian banyak masyarakat yang mengetahui bahwa logo tersebut merupakan logo PT Blue Bird Taxi. Apalagi logo ”burung biru” dan merk ”BLUE BIRD” ada di Museum Transportasi di Taman Mini Indonesia Indah.
- Gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tentang penggunaan gedung PT Blue Bird Taxi tanpa izin.
- Gugatan kerjasama operasional, yang sebenarnya merupakan pengambil alihan pesanan PT Blue Bird Taxi ke PT Blue Bird (tanpa kata Taxi).
- Tuntutan Pidana karena menghilangkan saham milik Mintarsih dan mengambil prospek dan keuntungan PT Blue Bird Taxi ke PT Blue Bird (tanpa kata Taxi).
Terbentuknya PT Blue Bird baru terbongkar pada tahun 2012.
Setelah itu terjadi beberapa kegiatan serius:
a. pihak PT Blue Bird mulai untuk mengurus penjualan saham perdana ke masyarakat
b. pemegang-pemegang saham yang bukan keluarga Purnomo dan bukan keluarga Alm. Chandra Suharto mulai untuk mempersiapkan gugatan- gugatan.
"Hingga gugatan tidak dapat diselesaikan dalam waktu satu tahun.
Pada tahun 2013 gugatan-gugatan ditayangkan ke Pengadilan.
Faktanya adalah bahwa perkara-perkara di Pengadilan Negeri yang berhubungan PT Blue Bird Taxi maupun PT Blue Bird (tanpa kata Taxi) gugatannya ditangani oleh satu Hakim Ketua Pemborong, yang memborong semua perkara. Hasilnya tidak memuaskan bagi pemegang saham PT Blue Bird Taxi yang bukan Purnomo dan bukan Chandra. Kemudian berlanjut dengan gugatan-gugatan lain," pungkas Mintarsih.(bhc/sya)
|