JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum termasuk dalam pemilik dari konsorsium PT Permai Grup. Hal ini diungkapkan adik kandung terdakwa perkara dugaan suap pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011 Muhammad Nazaruddin, Muhajidin Nur Hasyim di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (7/3).
Mujahiddin dihadirkan dalam persidangan itu sebagai saksi meringankan bagi kakak kandungnya itu. Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Darmawatiningsih tersebut, saksi mengakui bahwa Anas sebagai pemilik dari konsorsium itu, karena dirinya juga sebagai pemilik konsorsium Permai Grup selama dua tahun antara 2007-2009.
"Memang sistem yang dibangun Anas adalah konsorsium, di mana Anas adalah owner dan saya juga ditempatkan sebagai owner. Tapi saya bukan pemilik modal, saya hanya memiliki lahan kantor Permai Grup. Saya juga ditunjuk sebagai pengawas pelaksana proyek yang dikerjakan anak-anak perusahaan anggota konsorsium,” jelas dia.
Meski mengakui dipercaya sebagai pengawas proyek di Permai Group, Hasyim mengaku tidak tahu-menahu terkait pembukuan pengeluaran perusahaan. "Itu Yulianis semua karena dia perpanjangan tangan langsung Pak Anas," cetusnya
Dalam kesempatan ini, Hasyim membenarkan adanya penerimaan dana berupa cek dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) sebesar Rp 4,3 miliar yang disimpan dalam brankas Permai Grup. Dana itu diperoleh anak perusahaannya, PT Anak Negeri yang telah mengupayakan pekerjaan untuk dapat diperoleh PT DGI.
"Saya dengar dari Bu Yulianis (Wakil Direktur Keuangan Permai Grup) yang menyampaikan bahwa ada stok dana di brankas X sebesar Rp 7 miliar. Dari jumlah itu, Rp 4,3 miliar dari PT DGI terkait wisma atlet dan sisanya Rp 2,7 dari proyek lainnya," beber dia.
Hasyim juga mengungkapkan perihal adanya uang senilai Rp105 miliar yang mengalir ke Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat pada Mei 2010 lalu, untuk mengusung Anas Urbaningrum sebagai ketua umum. "Sebelum kongres, sudah ada uang Rp 70 miliar yang diantar ke Senayan City untuk kepentingan Pak Anas menjadi Ketua Umum Demokrat,” ungkapnya.
Pemberian tersebut, lanjut dia, dilakukan dalam dua tahapan. Tahap pertama Rp 70 miliar diantar sebelum kongres digelar. Sedangkan sisanya Rp 35 miliar digelontorkan pada saat kongres berlangsung. “Saya memang tidak tahu penyerahannya. Tapi saya hanya tahu dana itu dibawa ke Bandung. Saya juga hanya tahu uang untuk pemenangan Anas itu diterima dari Mahfud,” jelasnya.
Diperintah Anas
Pada bagian lain, saksi Hasyim menyatakan bahwa dirinya pernah diminta Anas Urbaningrum untuk memantau penggeledahan yang dilakukan sejumlah petugas KPK di kantor Permai Grup, menyusul penangkapan Manajer Marketing PT Anak Negeri, Rosa Mindo Manulang pada 21 April 2011 lalu. Dirinya ditelepon Anas pukul 19.00 WIB untuk segera bertolak ke kantor tersebut.
"Perintah Anas waktu itu saya disuruh tanya ke Yulianis, apakah dokumen sudah dirapikan dan isi brangkas sudah diamankan. Saat saya tiba di sana pukul 20.30 WIB, masih banyak penyidik KPK dan Bu Rosa sudah dibawa kembali penyidik ke gedung KPK,” jelasnya.
Ditambahkan, saat masih di kantor Permai Grup, Anas kembali menghubunginya dengan telepon yang diakuinya digunakan khusus untuk berkomunikasi dengan Anas. "Beliau (Anas) mengarahkan supaya penyidik fokus pada ruang Rosalina saja dan tidak yang lain," ungkap Hasyim.
Hasyim lalu meminta kepada penyidik agar tidak menggeledah seluruh ruangan kantor. Namun permintaan itu ditolak penyidik, karena penyidik memiliki hak untuk menggeledah seluruh ruangan kantor yang diperiksa. "Penggeledahan dan pemeriksaan ini berkaitan satu sama lainnya," katanya mengutip pernyataan seorang penyidik KPK.
Adik kandung Nazaruddin ini juga mengungkap peran lain dari Anas di PT Permai Grup tersebut. Menurut dia, Anas berhak mengatur hasil keuntungan dari proyek yang dikerjakan perusahaan. Anas juga turut menikmati keuntungan yang diperoleh PT Permai Grup. “Pak Anas yang mengatur hasil keuntungan dan dia juga menikmati keuntungan itu,” tandasnya.(dbs/spr)
|