JAKARTA, Berita HUKUM - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), berduka atas meninggalnya Davina Lyra di tangan ibu tirinya sendiri di Tangerang. Tak disangka ternyata saat ini masih ada saja ibu tiri yang lebih kejam dari ibu kota.
Sekjen KPAI, M Ihsan mengatakan korban Davina yang meninggal akibat kekejaman ibu tirinya sangat disesalkan. Ia meninggal karena luka parah dibagian kepala akibat pukulan ibu tirinya. “Korban langsung dilarikan ke RS Siloam tapi sayang tidak dapat diselamatkan,” ujar Ihsan.
Pelaku yang terancam 10 tahun tentang KDRT, ditambah juga UU PA pasal 80, dijelaskan Ihsan bahwa pelaku sebenarnya sudah dicurigai oleh tetangganya. ”Tetangga sering mendengar teriakan kemarahan ibu tiri dan tangisan korban,” ungkapnya.
Berdasarkan data dan laporan yang masuk ke KPAI kekerasan pada anak tercatat tahun 2011 terdapat 2.275 kasus anak, 2012 terdapat 3.871, tahun 2013 bulan Jan-Feb terdapat 919 kasus anak.
Sedangkan hasil survei KPAI bulan Mei 2012 di 9 Provinsi terhadap 1026 responden anak SD sampai SMA menemukan fakta bahwa 87 persen respon mengalami kekerasan dalam keluarga dengan rincian 38 persen pelaku ibu, 35 persen bapak dan sisanya adalah saudaranya.
Hasil survei ini menunjukan bahwa anak rentan mengalami kekerasan. Menurut UU Perkawinan, UU Perlindungan Anak dan Kompilasi Hukum Islam, akibat perceraian anak yang belum baligh ikut ibunya, kecuali ada ketentuan hukum yang membuktikan bahwa ibunya tidak layak mengasuh anak.
“Konflik dan perceraian orang tua selalu menempatkan anak sebagai korban, sebaik apapun bentuk perceraian yang dilakukan, makanya perceraian sangat tidak disarankan dalam penyelesaian konflik perkawinan,” sambung Ihsan.
Ia juga menambahkan umumnya perceraian terjadi karena lemahnya persiapan perkawinan dan pembinaan keluarga. Agama Katolik punya program pendidikan 3 bulan pra nikah, Islam beberapa jam menjelang pernikahan. Seharusnya sejak remaja sudah diberi pendidikan pra nikah.
“Mari cegah kekerasan pada anak dengan mendorong masyarakat aktif melindungi anak dengan berbegai cara diantaranya melalui Satgas PA,” ajaknya.
Sementara itu, pengamat hukum independen Nyoman Rae kepada BeritaHUKUM.com mengatakan bahwa lemahnya hukum bukanlah satu-satunya penyebab terjadinya kekerasan pada anak. "Lemahnya hukum bukan satu-satunya alasan terjadinya kekerasan pada anak," tutur Nyoman, Senin (27/5) di Jakarta.
Selain ketegasan hukum, perlunya kepedulian masyarakat sekitar untuk saling mengingatkan atau membantu, sehingga kekerasan pada anak bisa dihindari. "Hal yang substansi adalah faktor ekonomi dan moralitas," terang Nyoman.(bhc/mdb) |