JAKARTA, Berita HUKUM - Sodikin (55), datang ke Crisis Center Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk melaporkan anaknya Taufiq Umar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terdampar bersama 163 ABK di Trinidad dan Tobago.
Kedatangan Sodikin ke Crisis Center BNP2TKI mewakili anaknya bersama empat temannya yang bernama Ali Surahman, Qomaruddin, Dahuri, dan Ahmad Surur yang bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) PT Karlwei Multi Global (PT Kartigo) yang beralamat di Jalan Jelambar Selatan XII Nomor 8 Jakarta Barat.
"Saya ke kantor Crisis Center BNP2TKI berharap pemerintah segera memulangkan ke-163 TKI ABK yang terdampar di Trinidad dan Tobago dan membayar semua hak-haknya termasuk gaji yang belum dibayarkan," kata Sodikin, di Kantor BNP2TKI, Jakarta, Rabu (31/10).
Ke-163 ABK itu bekerja untuk perusahaan penangkap ikan di Taiwan yang bangkrut dan terdampar di Trinidad dan Tobago sejak tiga bulan lalu. Para ABK ini sudah kehabisan uang, perusahaan tempat mereka bekerja belum membayar gaji dan tidak bisa memulangkan mereka ke Tanah Air.
Menurut Sodikin, sebelum datang ke BNP2TKI, dirinya sudah melaporkan ke-5 ABK yang diwakilinya ke Presiden melalui Sekretaris Negara pada hari Selasa (30/10). Laporan yang sama juga sudah dilaporkannya kepada Kementrian Luar Negeri dan Himpunan Nasional Seluruh Indonesia (HNSI) dan juga telah bertemu dengan Junaedi, Bupati Pemalang.
Empat bulan lalu, ia juga sudah datang ke PT Kartigo melalui petugas kantor cabang yang berjanji akan memulangkan para ABK jika ada kapal yang merapat ke Trinidad dan Tobago.
Jawaban yang sama disampaikan oleh petugas kantor cabang PT Kartigo di Kotamadya Tegal yang bernama, Lutan.
"Sudah kelamaan saya menunggu dan tak ada jawaban pasti dari PT Kartigo," ujar Sodikin yang juga aktif sebagai penasehat Komite Nasional Pemudia Indonesia (KNPI) di Kabupaten Pemalang.
Dijelaskannya, putranya Taufiq Umar berangkat melalui PT Kartigo pada 10 Januari 2011 lalu. Hingga saat ini sudah 22 bulan bekerja di perusahaan penangkap ikan milik pengusaha Taiwan tersebut.
"Sejak awal bekerja hingga sekarang ini anak saya tidak pernah mendapat gaji sebesar 240 dolar AS per bulan sebagaimana janji perusahaan," jelasnya.
PT Kartigo, lanjutnya, berjanji setelah tiga bulan masa percobaan para ABK ini akan mendapatkan kenaikan gaji hingga mencapai 400 dolar AS per bulannya.
''Para orangtua yang saya wakili ini menunggu kepastian kepulangan putra-putranya. Dan jika dirasa perlu untuk datang ke Jakarta mereka siap,'' tuturnya.
Sodikin mengatakan, sebelum para ABK berangkat, PT Kartigo menahan dokumen para ABK seperti Paspor, KTP, Kartu Keluarga, Ijazah, dan Akte Kelahiran. “Saya sudah tiga kali minta dokumen anak saya di PT Kartigo namun tidak diberikan,” katanya.
Ketika dikonfirmasi oleh petugas BNP2TKI, salah satu ABK bernama Qomaruddin asal Brebes ini tidak memiliki dokumen Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) sebagaimana dipersyaratkan. “Ia hanya memiliki dokumen berupa paspor, buku pelaut dan buku PKL,” kata petugas BNP2TKI.
Sementara itu, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Tatang Razak, membenarkan sudah tiga bulan ini sebanyak 163 ABK WNI terdampar di Trinidad dan Tobago dan 60 ABK WNI lainnya terdampar di Pantai Gading, Afrika, karena perusahaan yang mempekerjakan mereka bangkrut. Para ABK, saat ini dihidupi oleh perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut.
ABK di Trinidad dan Tobago tinggal di dalam kapal yang sudah tidak layak. "Kami telah berkoordinasi dengan KBRI kami di Caracas, Venezuela, untuk memberikan biaya makan, yang jumlahnya puluhan ribu dolar setiap bulannya," kata Tatang.
Tatang mengaku sudah beberapa kali memanggil perwakilan agen penyalur itu untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
"Ini bukan kali pertama agen ini bermasalah, agen penyalur ini harus di-black list," pungkas Tatang dengan tegas.(rm/ipb/bhc/rby) |