JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Harga saham Yahoo melonjak tajam, setelah muncul laporan bahwa kelompok bisnis Cina, Alibaba tengah bersiap mengambil alih penawaran terhadap perusahaan mesin pencari internet itu bersama kelompok usaha Blackstone dan Bain Capital. Saham Yahoo pada perdagangan di bursa teknologi Nasdaq menguat 3,3%, bahkan sempat menyentuh level 4,8%.
Pihak manajemen Alibaba, salah satu perusahaan internet terbesar di Cina, menyatakan bahwa masih menimbang pilihannya. "Alibaba Group belum memutuskan akan ikut menawar Yahoo," kata juru bicara Alibaba Group John Spelich, seperti dilansir BBC, Jumat (2/12)
Sejumlah laporan yang belum dikonfirmasi menyebutkan bahwa konsorsium Alibaba kemungkinan akan membayar hingga 20 dola AS (sekitar Rp 182 ribu) per lembar saham, jauh diatas harga penutupan Nasdaq pada Kamis (1/12), yang baru mencapai 16,23 dolar AS (sekitar Rp 150 ribu) sehingga menjadikan harga Yahoo menjadi 25 miliar dolar AS (sekitar Rp 227 triliun).
Alibaba sudah sejak lama dikaitkan dengan Yahoo. Namun, beberapa tahun terakhir hubungan dua pihak memburuk. Keduanya menyatu, setelah Yahoo membeli 43% saham Alibaba tpada 2005 senilai 1 miliar dolar AS (sekitar Rp 9 triliun) .
Namun kedua perusahaan, ternyata kemudian justru berselisih paham sehingga Alibaba berupaya membeli kembali saham yang telah dijualnya pada Yahoo.
Hubungan dua perusahaan mencapai titik terburuknya tahun ini ketika Alibaba melakukan spin off (memisahkan anak usaha menjadi unit usaha tersendiri) terhadap unit usaha pembayaran online-nya, Alipay, sehingga tak bisa dijangkau Yahoo.
Yahoo menuding perusahaan Cina itu mencoba menyembunyikan fakta itu dari pihaknya, karena keputusan spin off sudah dibuat sejak Agustus 2010 namun Yahoo baru tahu bulan Maret lalu.
Pengamat mengatakan ketertarikan Alibaba terhadap Yahoo antara lain didasari oleh keinginannya untuk mendapatkan kembali kendali penuh atas perusahaannya . "Alibaba jelas sekali berminat mendapat sahamnya kembali dari Yahoo, jadi apa pun yang bisa dilakukan (untuk itu) pasti akan dilakukan," kata Dick Wei, analis dari JP Morgan di Hong Kong.(bbc/sya)
|