JAKARTA, Berita HUKUM - Yusril Ihza Mahendra sebagai Kuasa Hukum dari Ratna Sarumpaet sebagai aktivis senior yang dijadikan Tersangka terkait dugaan Makar oleh Polri yang sempat ditahan jelang Aksi Super Damai 212 (2 Desember 2016) lalu dengan sebelas (11) orang tokoh Aktivis Idonesia lainnya mengatakan, bahwa para aktivis bukan untuk melakukan Makar, tetapi bermaksud untuk meminta MPR RI agar menetapkan kembali ke UUD 1945 yang asli.
"Maksud dari beliau itu mendesak kepada MPR RI agar kembali ke UUD45. Beberapa tokoh yang lain juga tidak untuk menggulingkan Pemerintahan yang sah. Namun, maksudnya agar kembali pada UUD'45 secara konstitusional," jelas Yusril, selaku Kuasa Hukum para tokoh aktivis itu di hadapan para wartawan, saat jumpa pers di kantor Ihza & Ihza Law Firm, 88 Casablanka Office Tower, Jakarta Selatan pada, Kamis (15/12).
"Walaupun digiring dengan issue menggiring massa, namun belum tentu bertujuan untuk menduduki gedung DPR / MPR," cetusnya.
Yusril juga menyebutkan dari kasus tuduhan Makar terhadap tokoh-tokoh yang ditangani ini, yaitu Bu Ratna dan Rachmawati Soekarnoputri, juga akan turut dalam rangka pembelaan terhadap aktivis Sri Bintang Pamungkas. "Kami dapat pastikan, dimana Bu Ratna Sarumpaet, Bu Rachmawati tidak berniat menggulingkan pemerintahan," tegas Yusri menjelaskan.
Kemudian, Yusril selenjutnya merencanakan, kedepan akan mengajukan tinjauan terhadap pasal-pasal dalam KUHP terkait Makar tersebut. Agar tidak menjadi pasal karet supaya aparat penegak hukum tidak salah dalam penerapan itu. Supaya sesuai dengan hak-hak konstitusional.
"Oleh karena itu kami berkehendak mengajukan uji materi terhadap pasal-pasal makar, baik Pasal 107, Pasal 104, Pasal 87 dan Pasal 53 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dimana salah satu yang dituduh, berhak menjadi pemohon. Paling tidak sebagai warga negara berhak peroleh kepastian hukum, agar pasal makar ini tidak digunakan sembarangan," terangnya.
Menurutnya, "ditafsirkan semena-mena yang akhirnya melanggar HAM. Hanya ada pihak tersangka yang mengajukan ke MK, hingga pihaknya hanya mendampingi proses itu," urainya.
Sedangkan, mengenai peristiwa penggeledahan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian kemarin pada, Rabu (13/12), bahkan sempat diutarakan oleh petugas, memang sudah membawa surat tugas. "pihak kami juga telah mencoba berunding, namun aparat yang bertugas merasa perintah atasan. Mengenai barang bukti yang dari penggeledahgan itu saja saya belum tahu, karena tidak ada di tempat saat itu," kata Yusril.
"Belum ada keterangan, namun biasanya setiap acara penggeledehan
pastinya ada," pungkas Yusril.(bh/mnd) |