JAKARTA, Berita HUKUM - Batas waktu pendaftaran calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta dari jalur independent /perorangan untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017 ditutup pada hari Minggu (7/8) 2016. "Tanpa kehadiran gubernur incumbent, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di kantor KPUD Jakarta semakin menunjukkan bahwa, mantan bupati Belitung Timur ini adalah seorang yang tidak konsisten dan pembohong," kata Koordinator Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTak), Lieus Sungkharisma, ketika ditanya wartawan seusai acara nonton bareng film dokumenter tentang Kedok Palsu Revitalisasi” bersama Rizal Ramli di Kampung Akuarium, Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara pada, Minggu (7/8).
Dari jalur perseorangan hanya ada pasangan Ichsanuddin Noorsy-Ahmad Daryoko yang mendaftarkan diri, dan dinyatakan memenuhi persyaratan dengan membawa 9 dus berisi 600 ribu lebih fotocopy KTP dukungan. KTP itu selanjutnya akan diklarifikasi keabsahannya oleh KPUD Jakarta.
Menurut pandangan Lieus bahwa, sejujurnya telah mengetahui bila Ahok memang sudah menyatakan akan maju dari jalur Partai Politik (parpol) dan meninggalkan gerakan Teman Ahok. "Tapi ingat, sebelumnya sudah berkoar-koar untuk maju dari jalur perseorangan melalui pengumpulan 1 juta KTP yang katanya sudah berhasil dikumpulkannya melalui teman Ahok. Tapi faktanya, dia tidak mendaftar dari jalur perseorangan," jelas Lieus Sungkharisma, Minggu (7/8).
"Hingga ini mengindikasikan, selain Ahok tidak konsisten dan pembohong. Ada dugaan KTP yang dikumpulkan teman Ahok itu sebenarnya 'KTP bodong," ungkap Lieus.
Maka itu, ungkap Lieus, kedepannya tinggal menunggu apakah Ahok akan mendaftar sebagai calon Gubernur bersama wakilnya lewat jalur Parpol untuk pendaftaran calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI, atau Ahok gagal, tidak juga mendaftar dengan Parpol rencana yang mengusungnya, pada 21-23 September 2016 mendatang.
"Bahkan saya khawatir, jangan-jangan Ahok pun tidak jadi maju dari jalur Parpol dengan alasan yang dicari-cari. Sebab, setelah pintu dari jalur perseorangan ditutup, kini dukungan melalui jalur Parpol pun mulai meragukan," cetus Lieus, Tokoh masyarakat Tionghoa ini.
"Pasalnya Ahok sudah tak punya lagi bargaining position. Dia tak punya lagi daya tawar yang kuat untuk menolak atau menerima calon wakil yang disodorkan Parpol pendukung. Padahal diakan sudah punya calon wakil sendiri," beber Lieus.
Soalnya, dimana kalau tanpa bargaining position yang kuat, apakah Ahok bisa menolak Cagub dari Partai Politik pengusung? Dan kalau dia menolak, siapa bisa menjamin parpol pengusung itu tidak akan menarik dukungannya?, ujar Lieus, sembari bertanya.
"Kondisinya sudah mengarah dan gelagatnya kesana," tutur Lieus,
Hal ini sudah mulai terlihat, misalnya dengan ngototnya Ahok melalui para pendukungnya mendesak Ibu Megawati untuk menerimanya sebagai Cagub DKI dari PDI Perjuangan.
"Kini, posisi Ahok justru di ujung tanduk. Dan Ahok, rupanya telah membaca situasi itu. Maka itulah kondisi yang mendasari mengapa ia mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait cuti kampanye untuk incumbent," ujar Lieus.
"Pengajuan judicial review itu, sebenarnya hanya alasan saja. Ahok takut kalah pada Pilkada nanti, maka dia ajukan judicial review, yang dia tahu pasti akan ditolak oleh MK. Dengan demikian dia punya alasan untuk menyatakan bahwa, dia akhirnya memilih untuk tidak maju dalam Pilkada DKI sebab dia lebih mengutamakan mengurusi warga Jakarta. Dengan begitu, dia berharap warga Jakarta akan memaafkan semua kebohongan dan ketidakonsistenannya," ujar Lieus.
Padahal, pada Pilkada DKI 2012 lalu, Ahok justru sangat ngotot agar incumbent harus cuti. Kenapa sekarang dia malah menolak? Lagi pula, dalam Pasal 70 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada sudah sangat jelas memerintahkan calon incumbent untuk cuti selama masa kampanye.
"Sudahlah, Ahok jangan terus membohongi warga Jakarta. Apa dia kira warga Jakarta ini bodoh semua? Pengajuan judicial review itu semakin menambah bukti bahwa selain pembohong dan tidak konsisten, Ahok juga ingin memposisikan seolah-olah dirinya adalah orang yang dizholimi," pungkas Lieus.(bh/mnd)
|