JAKARTA, Berita HUKUM - Presiden Joko Widodo terseret dalam pusaran skandal korupsi reklamasi Teluk Jakarta. Keterangan itu terungkap dari pengakuan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika menggelar rapat dengan Direksi PT Jakarta Propetindo (Jak Pro) tanggal 26 Mei 2015 lalu.
Dalam rapat yang digelar di Balaikota DKI Jakarta itu Ahok menyebut Jokowi tidak akan bisa menjadi Presiden jika tidak ada peran pengembang proyek reklamasi.
"Saya pengen bilang Pak Jokowi tidak bisa jadi Presiden kalau ngandalin APBD, saya ngomong jujur kok. Jadi selama ini kalau bapak ibu lihat yang terbangun sekarang, rumah susun, jalan inpeksi, waduk semua, itu semua full pengembang, kaget gak," ujarnya seperti dikutip dalam video yang diunggah di Youtube, Selasa (21/6).
Ahok juga menyebut PT Agung Poromoro sebagai pengembang yang paling kooperatif dalam membantu Pemprov DKI.
"Kalau pengembang yang paling koperatif bantu kita itu Podomoro. Mangkanya ada yang tidak suka saya ditulis Gubernur Podomoro," ujarnya.
Ahok menyebut PT Agung Podomoro berperan dalam banyak proyek infrastuktur di era Jokowi. Salah satunya adalah revitalisasi Waduk Pluit.
"Ini Waduk Pluit bukan Jak Pro keluar duit lho. Ini Podomoro semua," kata Ahok.
Saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta Jokowi sempat mengunjui Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara pada tanggal 5 Oktober 2013 pasca di revitalisasi. Saat itu Jokowi mengajak Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri dan Rini Soemarno meninjau lokasi.
Seperti diketahui PT Agung Podomoro merupakan salah satu pengembang proyek reklamasi Teluk Jakarta. Proyek ini menjadi perhatian setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Direktur Utama PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja saat memberikan suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dari Fraksi Partai Gerindra.
Belakangan diketahui proyek reklamasi dengan nilai investasi Rp500 triliun ini cacat hukum. Izin yang diterbitkan oleh Ahok untuk reklamasi digugat oleh Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Hasilnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan izin reklamasi pulau G yang diterbitkan untuk PT Muara Wisesa Samudra anak usaha PT Agung Podomoro.
Selain itu terungkap pula Podomoro sudah mengucurkan kewajiban kompensasi tambahan untuk proyek ini yang diakui oleh Ahok baru sebesar Rp200 miliar. Pengakuan ini dikatakan Ahok setelah KPK mendalami korupsi proyek reklamasi.
"Agung Podomoro sudah serahkan berapa? Dia sudah serahkan pada kami Rp 200-an miliar. Yang sudah dikerjain jalan inspeksi, rusun, tanggul, pompa, dia udah kerjain. Ada enggak yang belum dia serahkan? Ada," kata Ahok di Balai Kota, Kamis (12/5/2016).
Benarkah demikian? Faktanya sudah triliunan rupiah dikucurkan Podomoro untuk Pemprov DKI Jakarta yang disinyalir tanpa dasar hukum. Apa saja proyeknya?.
Sementara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) geram dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menyebut Joko Widodo tidak mungkin menjadi Presiden jika tidak disokong oleh pengembang proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mengurus Ahok.
"Tegur pak Ahok, jangan buat gaduh dan polemik. Saya khawatir ini kampanye terselebung pak Ahok. Ini harus dibina. Kita kan enggak bisa binasakan karena nanti kenak hukum pidana," ujar Arteria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/6).
Politikus PDIP Arteria Dahlan mengaku keberatan atas pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mencoba mengaitkan Presiden Joko Widodo ke dalam permasalahan yang dihadapinya, yakni kasus Reklamasi.
Pasalnya, Ahok menyebut Jokowi tak akan jadi presiden tanpa sokongan pengembang.
"Saya pikir itu tidak elok, tidak elegan dan sangat tidak pantas untuk diutarakan ke publik seandainya pun benar," ujar Arteria di Jakarta, Rabu (22/6).
Menurut dia, Ahok seyogyanya cukup memberikan tanggapan secara proporsional bukan dengan membawa-bawa nama Jokowi yang seolah-olah turut serta melakukan perbuatan hukum.
Sebagai pemegang pemerintahan daerah tertinggi di DKI, lanjut Anggota Komisi II ini, seharusnya Ahok mampu memikul beban dan menjadi penanggung jawab utama atas segala permasalahan yang ada di DKI.
"Hadapi saja dan jawab apa adanya. Kalau mengait-ngaitkan dengan pak Jokowi seolah-olah ingin mengatakan kalau Ahok salah ya pak Jokowi juga dihukum dong, Itu kan tidak pantas".
"Saya juga pertanyakan, negara ini tidak pernah berhutang atau menggantungkan dirinya pada pengusaha, camkan itu!" tegas Arteria.
Ia mengimbau Ahok agar jangan lagi mengatakan bahwa pemerintahan yang berkuasa baru bisa menjalankan program kerakyatan jika ditopang dengan pengusaha.
"Itu anggapan sesat, bahkan di negara kapitalis modern yang progresif sekalipun. Pelaku usaha merupakan salah satu elemen penting pembangunan daerah itu harus diakui, tapi bukan berarti kita bergantung pada pengusaha," cetus dia.
Legislator asal Jawa Timur yang duduk di Komisi bidang pemerintahan dalam negeri itu meminta agar Ahok disiplin dalam bertutur kata.
"Kan masalahnya sederhana, wartawan mengatakan terkait dengan kontribusi pengembang bagi DKI maupun dalam konteks teman Ahok. Ya dijawab saja apa adanya, apa benar pengembang itu berkontribusi kepada DKI? Kemudian jangan hanya dilihat besarannya apakah layak dengan jumlah segitu sebanding dengan kontra prestasi yang harus diberikan oleh pemerintah kepada mereka?"
"Pengembang itu kan pengusaha jadi enggak ada itu rumusnya kalau dia berkontribusi untuk merugi. Artinya, sebesar apapun yang diberi pengembang, untungnya pasti jauh lebih besar dari kontribusi yang diberikan pemprov. Jadi jangan bangga-bangga amat lah, apalagi sampai-sampai ngebanggain Agung Podomoro, memangnya mereka siapa?" ungkapnya.(WahyuRomadhoni/aktual/bh/sya) |