MEDAN, Berita HUKUM - Bergulirnya kasus penyidikan perkara dugaan korupsi Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD), dimana dugaan tindak pidana korupsi pembebanan kas daerah pada pembayaran panjar TPAPD, yang permintaan dan pembayaran dilakukan, sementara anggaran tersebut belum ditetapkan dalam APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Tapsel (Tapanuli Selatan) maupun Peraturan Daerah (Perda), serta melibatkan mantan Sekda Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Selatan (Pemkab Tapsel) yang juga kini menjabat sebagai Walikota Medan. Rahudman Harahap tentunya menjadi perhatian serius semua elemen masyarakat yang tergabung kedalam Aliansi Sumatera Utara Bersih (ASUB), hal ini dikatakan oleh Syamsul Aripin Silitonga selaku kordinator ASUB kepada wartawan di Medan, Jum'at (14/12).
Samsul menambahkan, sebelumnya mantan Pemegang Kas (PK) Sekretariat Kantor Bupati Tapsel, Amrin Tambunan, diadili di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan, terkait kasus dugaan korupsi TPAPD Tapsel sekitar Rp 1.590.944.500 tahun anggaran 2005, Amrin didakwa melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
dijelaskannya, “sejak Oktober 2010, Sution Usman Adji, bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara telah menetapkan mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) Rahudman Harahap sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi TPAPD tahun 2005 sebesar Rp 1,5 Milyar,” jelas Samsul. Dan itu menunjukkan bukti adanya keseriusan lembaga penegak hukum dalam memproses hukum sesuai dengan harapan masyarakat
"Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menunjukan dirinya menjadi barisan terdepan dalam memberantas korupsi, kemudian Sution diganti AK Basuni Masyarif, tapi anehnya arah penegakkan dalam hukum pemberantasan korupsi berbanding terbalik 180 º, dengan timbulnya usulan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) tersangka Rahudman Harahap oleh Kejatisu kepada Kejaksaan Agung," ujarnya.
Tentu usulan ini mengusik dan menjadi perhatian serius elemen masyarakat sipil Sumatera Utara yang berharap penegakkan hukum yang adil dan tidak tebang pilih. Maret 2012, Aliansi Sumatera Utara Bersih (ASUB) yang terdiri dari 38 Elemen masyarakat sipil melakukan aski turun ke jalan mendesak agar Kejatisu melanjutkan penangkapan, penyidikan terhadap tersangka Rahudman Harahap dan mengajukannya ke muka persidangan.
Hingga berakhirnya kepemimpinan AK Basyumi, pengusutan kasus tersangka Rahudman Harahap tidak mendapat titik terang. Kini melalui Noor Rochmad Pengganti Ak Basyumi, kembali Aliansi Sumatera Utara Bersih, Juli 2012 mendatangi dan mempertanyakan keseriusan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, terhadap proses hukum Tersangka Rahudman mantan Sekda Tapsel itu, yang sejak Oktober 2010 silam telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi TPAPD Tapsel itu.
ditambahkannya lagi, “pada tanggal 9 Desember 2012 bertepatan dengan peringatan hari Anti Korupsi Sedunia, ASUB melakukan aksi turun kejalan, sebagai wujud bentuk ketidakpuasan elemen masyarakat terhadap birokrasi dan lembaga penegakkan hukum di Sumatera Utara dalam memberantas korupsi, berdasarkan indikasi atau dugaan masih maraknya pungutan liar dan suap menyuap dikalangan birokrasi dan lembaga penegak hukum, mengusut pelaku korupsi dengan tebang pilih, hingga lemahnya peran dan fungsi pengawasan DPRD terhadap eksekutif kota/daerah. Tentu ini bagian yang tidak terpisah sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap lembaga penegak hukum dalam penuntasan kasus korupsi tersangka Rahudman Harahap oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara,” tambahnya.
Carut marutnya pemberantasan kasus korupsi ini, akan menambah anggapan warga masyarakat tentang korupsi itu sudah membudaya dan sulit/tidak bisa dihindari lagi. Menambah anggapan masih banyaknya penegak hukum yang “bermain” terlibat melakukan prektek-prektek kongkalingkong dalam pengusutan kasus-kasus korupsi. Artinya semakin menguatkan sikap permisif dan pesimis masyarakat karena masih kurangnya keteladanan dan penutan dari pemimpin dan lembaga penegak hukum yang menjadi barisan terdepan dalam pemberantasan korupsi.
“Semestinya melalui pengusutan kasus korupsi secara hukum, masyarakat diingatkan dan diberi pendidikan akan bahaya korupsi, karena bahaya korupsi lebih berbahaya dari penyakit mematikan yang menyerang tubuh, tidak sebanding dengan bahaya praktek-prektek korupsi yang menyerang generasi masa depan Kota dan bangsa ini. Komitmen Pemberantasan Korupsi hendaklah tidak retorika belaka, harus menjadi kenyataan melalui penegakkan hukum yang transparan, jujur dan adil, melampaui kepentingan sesaat dan segelintir orang,” pungkas Samsul.(bhc/nco) |