BOGOR, Berita HUKUM - Bahaya mengancam konservasi hutan di Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP), Bogor. 29 Hektar lahan hutan yang dilindungi sebagai kawasan hutan dilindungi terancam dibabat. Sebuah perusahaan pengerukan pasir mengklaim sudah memiliki sertifikat area di Batu Karut, Pasir Buncir, Caringin, Bogor.
"Perusahaan itu sertifikatnya sudah ada. Kita ada indikasi mereka mau memanfaatkan kawasan Taman Nasional seluas 29,4 hektar itu. Mereka sudah mau menebang hutan pinus di sana," jelas Kepala Polisi Hutan TNGP Ida Rohaida, Jumat (19/4).
Ida menuturkan, dia tak tahu bagaimana sertifikat hutan itu bisa berada di tangan perusahaan itu. Sertifikat itu dikeluarkan BPN.
"Kita sudah berkirim surat ke BPN dan ke Dinas Tata Ruang Bogor bahwa wilayah itu milik Taman Nasional Gede Pangrango," tuturnya.
Tapi, surat yang dikirimkan seolah tak berarti. Perusahaan itu kini sudah memiliki sertifikat. Mereka pun sudah menyiapkan orang untuk menebang 29 hektar hutan.
"Selama ini petugas Polhut selalu berjaga. Kita juga minta bantuan warga desa, tapi tidak tahu sampai kapan begini. Kabarnya mereka mau membawa preman dari Jakarta untuk mengawal penebangan hutan itu," tuturnya.
Pria yang sudah 13 tahun berkarier di TNGP ini berani memberi bukti bahwa wilayah itu masuk Taman Nasional lewat patok yang ada. Luas wilayah konservasi di Gede Pangrango total mencapai 22 ribu hektar.
"Sesuai UU No 41 tahun 1999, UU No 5 tahun 1990 dan PP 45/2004 wilayah Taman Nasional tidak bisa digunakan untuk komersil. Pemanfaatannya hanya untuk wisata lingkungan, pendidikan, dan penelitian," tutupnya.
Selain itu, wilayah hutan lindung Aceh juga terancam dialihfungsikan menjadi lahan pertambangan. Investor dari Kanada berencana melakukan eksplorasi yang menyentuh hutan lindung. Bahkan kabarnya sudah mendapat lampu hijau dari Kementerian Kehutanan.
"Hutan lindung yg dialihfungsikan itu terlalu besar. Hutan lindung seharusnya tdk dibabat utk tujuan komersial. Daya rusaknya mengorbankan kepentingan masa depan generasi bangsa," kata aktivis change.org Usman Hamid yang tengah menggalang petisi menolak alih fungsi itu dalam keterangannya, Kamis (18/4).
Sementara arsitek muda yang juga inisiator Indonesia Berkebun Sigit menegaskan, bila benar tata ruang dan wilayah hutan lindung di Aceh diubah khawatir bisa merugikan lingkungan di sana.
"Penurunan keanekaragaman hayati, banjir, longsor, konflik lahan, bahkan konflik manusia dengan satwa. Karena itu sebaiknya ditolak," tutur Sigit, seperti dikutip dari detikcom.
Masyarakat diajak untuk menandatangani petisi di www.change.org/saveAceh yang kini didukung 17.804 netizen. Upaya penyelamatan hutan Aceh adalah langkah penting untuk penyelamatan lingkungan.
Nantinya 1,2 juta hektar lahan di hutan lindung di Aceh terancam akan dijadikan lahan ekstraksi mineral, konsesi kayu dan perkebunan sawit.(dbs/bhc/rby) |