PALEMBANG, Berita HUKUM - Sebanyak 237 izin usaha pertambangan di 4 provinsi di Sumatera bagian selatan dicabut seiring pengetatan pengawasan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sektor pertambangan yang berlangsung sejak April 2014. Izin usaha pertambangan yang masih bermasalah diberi tenggat hingga Desember 2014 sebelum diberlakukan tindakan tegas.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis (20/11), izin usaha pertambangan (IUP) yang dicabut hingga 19 November tersebut terdapat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 13 IUP, Jambi 111 IUP, Sumsel 47 IUP, dan Kepulauan Riau 66 IUP. Pencabutan berlangsung sejak adanya koordinasi dan supervisi pertambangan oleh KPK pada April.
Di Sumsel, jumlah izin usaha berkurang dari 359 IUP menjadi 250 IUP. Selain dicabut, sebanyak 31 IUP juga tidak diperpanjang.
Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengatakan, sebagian besar IUP yang dicabut karena tidak adanya kegiatan. Bahkan, terdapat sejumlah pelanggaran pemegang IUP sehingga dilakukan pencabutan. Pemerintah Provinsi Sumsel juga telah mencabut IUP yang berada di kawasan hutan konservasi seluas 932,64 hektar dan kawasan hutan lindung seluas 1.200,13 hektar. Namun, hingga saat ini masih ada 8.116,49 hektar IUP yang berada di kawasan hutan lindung di Kabupaten Empat Lawang.
Alex sempat memberi peringatan keras kepada Pemerintah Kabupaten Empat Lawang agar segera mengeluarkan IUP yang berada di hutan lindung hingga akhir Desember 2014. Kawasan hutan lindung terlarang dari segala bentuk pertambangan terbuka seperti batubara. ”Mungkin nanti pemprov akan membantu proses pengeluaran IUP di hutan lindung ini,” katanya.
Dikatakan, pengetatan pengawasan pada sektor pertambangan ini justru bagus untuk iklim investasi. Dengan adanya ketegasan ini, aturan main dan kepastian hukum menjadi lebih jelas bagi investor. Penyelesaian penataan IUP harus selesai paling lambat pada 31 Desember 2014. Setelah itu, KPK akan melakukan tindakan lebih tegas.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain menegaskan, setelah batas waktu tersebut, tindakan tegas tersebut antara lain mempertimbangkan adanya penegakan hukum terhadap tambang yang melanggar peraturan, baik ke kepolisian maupun terhadap pelanggaran dari sisi lingkungan hidup. ”Langkah pencegahan tetap kami kedepankan. Sebab, jika hanya penegakan hukum, oknum bisa diproses tetapi pelanggaran bisa tetap berlangsung,” katanya.
Sejak adanya penertiban IUP terdapat peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral hingga Rp 7 triliun. Dalam periode yang sama, tahun ini PNBP meningkat menjadi Rp 28 triliun, sedangkan tahun lalu Rp 21 triliun. Selama ini kerugian negara dari sektor pertambangan sangat besar.(kpk/kompas/bhc/sya) |