JAKARTA, Berita HUKUM - Sekitar 22 juta penduduk Indonesia terancam tidak mendapatkan pelayanan publik karena belum tercatat merekam data untuk E-KTP yang dibatasi hingga 30 September 2016 mendatang. Sanksi itu dijatuhkan negara untuk menjadikan penduduk Indonesia tertib.
"Bagi penduduk yang sampai 30 September 2016 belum merekam (data kependudukan) akan kami nonaktifkan datanya," ujar Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulla di Jakarta, Kamis (18/8).
Dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2013 telah dinyatakan bahwa mulai 1 Januari 2015 semua penduduk Indonesia harus sudah memiliki KTP elektronik.
"Filosofinya, penduduk juga harus tertib, bukan hanya negara yang harus tertib," katanya.
Selain itu, Zudan juga menambahkan penduduk yang kemudian datanya dinonaktifkan memiliki risiko tidak mendapatkan pelayanan publik.
"Misalnya dalam mengakses Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM), pelayanan perbankan, kemudian membuka kartu perdana telekomunikasi, itu semua basisnya Nomor Induk Kependudukan dan KTP elektronik. Jadi hak penduduk tidak bisa dipenuhi kalau tidak ada itu," terangnya.
Terkait dengan risiko tersebut, langkah pertama yang harus dilakukan penduduk adalah memastikan dirinya telah merekam data kependudukan ke Dinas Dukcapil, sehingga datanya tidak diblokir.
"Bukan ke kecamatan atau ke kelurahan, karena yang bisa membuka akses hanya dinas dukcapil, sedangkan kecamatan dan kelurahan hanya bisa membaca datanya namun tidak bisa mengubah aksesnya," jelas Zudan.(fr/Antara/rimanews/bh/sya) |