JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketua Umum PP Muhammadyah Din Syamsuddin menyatakan bahwa sepanjang 2011 ini, menjadi tahun yang penuh dusta yang dilakukan para pemangku kebijakan terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Banyak pendustaan di dalam berbangsa dan bernegara, terutama dari para pemangku negara dan berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Din Syamsuddin kepada wartawan di secretariat PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (19/12).
Indonesia memiliki kekayaan yang berlimpah, namun sayangnya kekayaan negara tersebut dijual kepada asing yang akhirnya dikorupsi. Bahkan, tanah dan air digadaikan lepada asing yang sengaja dilakukan dengan berbagai rekayasa untuk dikorupsi. Bahkan, lewat kebijakan dan UU yang implikatif.
Selain itu, jelas dia, dalam catatan satu tahun terakhir ini sering terjadi permasalahan di Indonesia. Namun, tak kunjung ada upaya penyelesaian oleh pemerintah. Bahkan, pemimpin negara ini sepertinya lari dari masalah.
"Ketika terjadi permasalahan, sering para pemimpin negara ini lari dari masalah atau merasa tidak ada masalah, sehingga terjadi penumpukan masalah dan bangsa berada dalam masalah besar. Jika seperti ini terus-menerus, masalah akan semakin memburuk.
Din menilai, jika persoalan tidak dapat diselesaikan baik, dikhawatirkan akan menjadi masalah yang semakin kronis. Jalan keluarnya adalah ledakan dahsyat dari komandan tertinggi bangsa ini. Tapi sayang "big bang" itu tidak bisa dilaksanakan.
“Saya khawatir "big bang" itu datangnya dari bawah. Tapi saat ini pemerintah masih punya harapan untuk memperbaikinya, karena masih ada jalan mencari solusi,” imbuh dia.
Kendati dirundung masalah yang begitu banyak, Din mengajak masyarakat untuk tetap optimistis dalam menghadapi masalah di tanah air ini. "Memang asa masih tersisa, marilah kita kumpulkan asa secara bersama-sama kita bisa mengatasi masalah besar sekalipun," tambahnya.
Sementara mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi mengatakan, pada situasi saat ini terjadi keterbalikan paradigma yang wajar, baik dalam bidang hukum, politik, ekonomi, pendidikan maupun budaya.
Sedangkan di bidang ekonomi yang seharusnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, justru terbalik menjadi pemerasan. Begitu pun juga bidang pendidikan, tidak ada keteladanan. "Dalam bidang hukum, banyak sarjana hukum yang mendapatkan hukuman (penjara). Hal ini disebabkan karena tidak adanya 'fakultas' keadilan,” papar dia.(dbs/wmr)
|