RIAU, Berita HUKUM - Kebakaran hutan yang terjadi di beberapa propinis di pulau Sumatera, khsususnya yang paling banyak di Propinsi Riau mengakibatkan terganggunya aktivitas dan kesehatan masyarakat. Kebakaran yang hampir terjadi setiap tahun menjadi masalah serius yang harus ditangani oleh pemerintah baik pusat maupun daerah. Kebijakan-kebijakan pengelolaan lingkungan hidup harus dievalusi seperti pemberian izin, audit lingkungan dan kebijakan lainnya.
Kebakaran hutan juga menunjukkan problem penegakkan hukum, luasnya perubahan peruntukan yang tidak sesuai dengan aturan adalah masalah serius yang harus segera harus diselesaikan oleh aparat penegak hukum. Lemahnya fungsi pengawasan pemerintah juga menjadi penyebab kenapa kejahatan kebakaran hutan terus berulang.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Walhi Eksekutif Nasional, Walhi Daerah Riau, Walhi Daerah Jambi, Walhi Daerah Sum-Sel, Sawit Watch, Elsam, Yayasan LBH Indonesia, ICEL menduga bahwa kebakaran terjadi bukan hanya semata terjadi begitu saja, melainkan ada kepentingan korporasi yang jelas mendapatakan keuntungan dibalik terjadinya kebakaran lahan dan hutan tersebut. Kebakaran hutan adalah satu modus kejahatan lama yang terus akan terulang jika aparat penegak hukum gagal mengkap pelaku sebenarnya dan tentu melakukan proses hukum juga terhadap perusahaan-perusahaan yang memperoleh benefit (keuntungan) atas kejahatan tersebut maka niscaya kebakaran akan bisa dihentikan.
Kebakaran yang terjadi pada tahun ini setidaknya melibatkan banyak perusahaan. Pelibatan perusahaan-perusahaan besar baik perkebunan maupun hutan tanaman industri adalah fakta bahwa harus korporasi juga wajib diproses secara hukum karena pertanggung jawaban atas wilayah izinnya. Dalam catatan Walhi ada 117 Perusahaan yang harus ikut bertanggung jawab atas kebakarana hutan ini. Selain itu ke 117 perusahaan tersebut jelas harus bertanggung jawab atas pencemaran dan kerusakaan lingkungan udara akibat asap yang melebihi ambang batas kesehatan.
117 perusahaan tersebut akan dilaporkan ke Kementrian Lingkungan Hidup karena telah melanggar ketentuan pidana lingkungan hidup. Dari ke 117 Perusahaan tersebut terdiri dari 33 perusahaan perkebunan, 84 perusahaan hutan tanaman industri, sedangkan lokasi perusahaan tersebut 99% berada di porpinsi Riau. Atas fakta ini kami meminta kepada kementrian lingkungan hidup untuk:
1. Melakukan proses hukum atas 117 perusahaan tersebut dengan dasar tindak pidana lingkungan
2. Melakukan audit lingkungan sebagai bentuk pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang diduga telah melanggar UUPPL
3. Mencabut perijinan lingkungan kepada setiap perusahaan yang telah jelas melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan.(rls/bhc/opn) |