JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Kondisi bangsa dan negara Indonesia saat ini, sudah terlampau carut-marut dan jauh dari kata bermartabat. Bahkan, pemimpin formal negara pun sudah tidak mau mendengarkan kritik yang dilontarkan rakyatnya.
"Ini kenyataan yang terjadi. Saya pun sulit memahami, apakah saya berteriak ini dengan baik. Sepertinya hanya masuk telinga kanan, keluar telinga kanan. Jadi tidak lewat sama sekali itu," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif dalam seminar di Jakarta, Selasa (6/12).
Menurutnya, makin banyak mengetahui seluk beluk negara ini, maka ketakutan semakin besar. Dan hal tersebut, sudah mulai diketahui oleh kalangan akar rumput. Kegamangan dan ketidakpercayaan bangsa sudah menjalar hingga akar rumput.
"Saya ketahui ini, saat menjadi anggota Komite Etik KPK. Semakin saya tahu dapur Republik ini, makin ngeri. Jangan sangka akar rumput itu tidak cerdas, bukan hanya otaknya, tapi hatinya juga cerdas," jelas pria yang akrab disapa Buya itu.
Diungkapkan, masalah ini tidak terlepas dari kepemimpinan untuk membenahi sistem dan politik di indonesia. Produk negarawan dalam rekrutmen parpol harus dikedepankan. "Kita harus memunculkan negarawan, bukan hanya politisi. Kalau di sini (Indonesia) aneh, bicaranya baik-baik dan sopan, tapi tindakannya? Tapi bagaimana pun dia pemimpin formal kita," tandasnya menyentil.
Sementara itu, politikus senior Partai Golkar Akbar Tandjung mengakui, saat ini memang sulit mencari politisi yang mampu membuat perubahan lewat paradigma kenegarawanan. Hal ini tidak terlepas dari sistem politik yang terlalu melebar. “Kondisi multipartai saat ini, tidak sesuai dengan aliran pemikiran yang ada di Indonesia. Seharusnya parpol dibentuk berdasarkan aliran pikiran," ujarnya.
Bahkan, Akbar setuju jika sistem politik saat ini harus dirombak total. Sistem politik baru harus dengan memperkuat kekuatan sipil yang ada saat ini. Tapi untuk mencapai itu, citra politik sebagai sarana perjuangan aspirasi harus diperbaiki terlebih dahulu. "Jangan berikan penilaian politik ini jelek," ujar mantan Ketua DPR RI ini.
Ia pun tidak memungkiri jika niat seorang politisi akan berpengaruh pada perubahan berbangsa. Selain itu, perubahan juga memerlukan optimisme yang mutlak "Kalau niatnya hanya berkuasa, memang tidak akan mungkin (berubah). Kami tidak boleh pesimis, tapi harus optimis. Negara ini memang harus berani lakukan perubahan," tandasnya.(mic/wmr)
|