JAKARTA, Berita HUKUM - Sejumlah massa mengatasnamakan LSM Pijar Keadilan Demokrasi dan Forum Pergerakan Keadilan Masyarakat Papua menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jalan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (29/8).
Pantauan di lokasi, tampak peserta aksi membentangkan berbagai spanduk serta berorasi di depan pintu masuk kantor Kementerian LHK.
Dalam orasinya, mereka mendesak agar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mencopot dan mengevaluasi kinerja para pejabat di lingkungan Kementerian LHK baik pusat dan daerah khususnya di Provinsi Papua yang diduga telah merampas tanah adat serta hak-hak dasar orang asli Papua (hak Ulayat/tanah adat milik masyarakat hukum adat).
Koordinator aksi, Rizal Muin menyebut ada oknum-oknum pejabat di Kementerian LHK yang dinilai melanggar ketentuan hukum terkait pengukuhan dan penatagunaan kawasan konservasi, yakni dengan mengklaim secara sepihak tanah adat/hak milik Rizal Muin di Pantai Hamadi Desa Tobati Distrik Jayapura Selatan, Kota Jayapura Provinsi Papua. Disebut Rizal, para oknum pejabat itu diantaranya, Direktur pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan kementerian LHK, Kapokja (Koordinator Kelompok Kerja) pengukuhan dan penatagunaan kawasan hutan Kementerian LHK, Kepala Kantor Wilayah Kehutanan Provinsi Papua, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Provinsi Papua, dan Kepala Bidang KSDA Wilayah II (La Ode Ahyar Thamrin).
"Nah yang kita sangat sayangkan kok kenapa sejak tahun 1994 yang secara keperdataan tanah itu sudah dilepaskan kepada kami tidak pernah dipasangi papan plang bahwa tanah ini adalah tanah konservasi. Baru mulai kemarin di bulan Mei 2023, ada indikasi persekongkolan, ada permufakatan jahat antara pihak kementerian LHK, dinas Kehutanan Provinsi Papua, BKSDA, GAKKUM LHK, oknum-oknum di Polda Papua dari Subdit IV Tindak Pidana Tertentu. Untuk itu hari ini kita sampaikan secara tegas kepada ibu menteri untuk memberantas mafia tanah yang ada di Kementerian LHK," kata Rizal ditemui awak media di lokasi.
Rizal, yang menjadi korban mafia tanah tersebut juga meminta Menteri LHK mencabut surat keputusan menteri pertanian RI nomor 372/Kpts/UM/6/1978 tentang penunjukan areal hutan teluk Youtefa dan sekitarnya seluas 1.650 hektar, dan surat keputusan menteri kehutanan RI nomor 174/Kpts-II/1996 tanggal 11 Nopember 1996 tentang penetapan kawasan teluk Youtefa sebagai kawasan konservasi dengan peruntukan sebagai taman wisata alam seluas lebih kurang 1.675 hektar. Dia pun meminta Menteri LHK untuk menghormati bahwa Papua dan Papua Barat adalah wilayah Adat milik masyarakat hukum adat.
"Hargai adat istiadat, budaya kearifan lokal dan hak-hak dasar orang asli Papua sesuai amanat undang-undang Otsus (otonomi daerah) nomor 21 tahun 2001Jo undang-undang nomor 2 tahun 2021 pasal 1 huruf S dan pasal 43 dan peraturan daerah khusus Papua (Perdasus)," imbuhnya.
Sebagai informasi, aksi yang berlangsung selama 4 jam itu direspon oleh pihak Kementerian LHK. Beberapa perwakilan beserta kordinator aksi melakukan pembicaraan dengan pihak Kementerian LHK, yakni Kepala Biro Humas.
"Mereka akan komunikasikan dengan ibu menteri, mau rapatkan kembali. Dan kami bilang jangan terlalu berlama-lama. Kita hanya meminta turunkan papan plang," ungkap Rizal.(bh/amp) |