Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Nusantara    
Koalisi Masyarakat Sipil
Jadilah Bagian dari Gelombang Aksi Global Penyelamatan Iklim
2016-05-11 06:07:07
 

Flyer aksi global ?#?BreakFree? 2016.(Foto: Istimewa)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Hari Ini !! Rabu (11/5). WALHI, Greenpeace dan JATAM bersama dengan ribuan masyarakat korban Industri Batubara dan PLTU dari Batang, Pelabuhan Ratu, Cirebon, Indramayu, Kaltim, Kalsel, Bengkulu dan Sumsel serta masyarakat yang peduli dengan lingkungan Hidup dan HAM, mengambil bagian dalam aksi global "Break Free" Untuk mengakhiri energy kotor batu bara dan segera beralih menuju energy terbarukan demi masa depan bumi dan generasi mendatang yang lebih baik.

Yuuuk, ambil bagian dari gelombang aksi global #BreakFree 2016. Kita ingatkan pemerintah untuk berhenti bergantung pada PLTU batubara, memastikan listrik kita tidak lagi bersumber dari batubara yang merusak.

Bergabung bersama kami dan menjadi bagian dari gelombang aksi global penyeamatan Iklim di Bundaran HI jam 08.00 WIB Hari Ini !! pada, Rabu (11/5).

#BreakFree2016 #PulihkanIndonesia #Adildanlestari #WALHI

Sebelumnya, sebagaimana yang dilansir situs walhi.or.id bahwa, Greenpeace, WALHI dan JATAM yang tergabung dalam Koalisi Break Free mendesak pemerintah Indonesia untuk meninggalkan batu bara dan segera beralih ke energi terbarukan yang disampaikan dalam sebuah konferensi pers hari ini.

Koalisi ini menilai bahwa pembangunan sejumlah PLTU dan perluasan tambang batu bara di bawah 35.000 MW tidak memperhatikan dampak sosial dan lingkungan yang serius. Saat ini, 42 PLTU yang sudah beroperasi di Indonesia telah menghasilkan polusi udara yang mengeluarkan polutan-polutan berbahaya seperti PM 2.5, Merkuri serta Arsenik. Belum lagi ditambah dengan kerusakan bentang alam akibat perluasan tambang batu bara di konsesi-konsesi tambang di Kalimantan dan daerah lain di seluruh Indonesia. Proyek 35000 MW, akan meluaskan pembongkaran dan penghancuran kawasan hutan dan lindung, tidak akan sesuai dengan rencana moratorium lahan untuk tambang yang disebut Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.

Partikulat-partikulat berbahaya seperti PM 2.5 dan PM 10 yang berasal dari pembakaran batubara dapat menyebar hingga radius 500-1000 KM dari lokasi PLTU berada. Sehingga meskipun pada sebuah wilayah atau kota tidak terdapat PLTU batubara, namun bahaya dari partikulat berbahaya ini akan tetap mengancam warga yang hidup di kota tersebut.

Khalisah Khalid, Juru Bicara Eksekutif Nasional WALHI mengatakan, "perluasan ekspansi industri batu bara untuk kepentingan ekspor dan industri, telah membuat ketergantungan terhadap energi kotor semakin akut. Padahal sumber energi bersih terbarukan melimpah dan jauh lebih bisa diakses oleh rakyat. Dengan semakin meningkat dan masifnya bencana ekologis, kita tidak memiliki waktu yang lebih lama, khususnya bagi pemerintah untuk segera memutuskan beralih dari energi kotor batu bara ke energi bersih dan terbarukan, demi generasi hari ini dan akan datang".

Sementara dari JATAM, Hendrik Siregar berpendapat, "Perubahan mendasar harus segera dilakukan, kebijakan energi nasional (KEN) dan target ratio elektrifikasi yang berpondasi pada energi fosil harus diganti sebagai bukti komitmen pemerintah terhadap perubahan iklim yang makin ekstrim, proyek fast track - proyek 10 GW tahap 1 dan 2 yang dicanangkan SBY dan masih berlanjut - 35 GW hanya menguntungkan pihak yang menghancurkan lingkungan untuk menggali batubara dan mengebor migas, di kemudian hari pemerintah dan rakyat yang menanggung masalah. Energi terbarukan harus menjadi prioritas dan bisnis utama dalam mengejar target rasio elektrifikasi dan pertumbuhan ekonomi".

Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting, menyampaikan "Dengan ancaman mematikan perubahan iklim, kita tidak punya kemewahan waktu untuk berlama-lama menggunakan energi fosil yang kotor ke energi bersih terbarukan. Pemerintah harus membuat target yang lebih ambisius dan membangun proses transisi yang adi luntuk segera beralih menuju energi bersih terbarukan" .

Indonesia seharusnya tidak meniru model pembangunan Cina dan India, dua negara yang saat ini harus menghadapi tingkat polusi udara yang sangat parah dan berbahaya bagi kesehatan rakyatnya karena ketergantungan dua negara tersebut yang sangat tinggi terhadap batubara.

Saat ini, Cina dan India mulai mengurangi ketergantungan mereka terhadap bahan bakar fosil yang kotor ini, karena kerugian sangat besar yang harus ditanggung rakyatnya akibat kebijakan energi mereka yang keliru.

Sudah saatnya Indonesia menghentikan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap energi kotor batubara, dan segera beralih ke sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan. Rencana proyek listrik 35000 MW dimana sebagian besar menggunakan sumber energi batubara akan mengancam masa depan anak-anak Indonesia yang seharusnya bersih dan aman.(walhi/fb/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

Pengadilan Tinggi Jakarta Menghukum Kembali Perusahaan Asuransi PT GEGII

Presidential Threshold Dihapus, Semua Parpol Berhak Usulkan Capres-Cawapres

Kombes Donald Simanjuntak Akhirnya Dipecat dari Polri Buntut Kasus DWP

 

ads2

  Berita Terkini
 
Diungkap Mintarsih Abdul Latief: Banyak Perusahaan Didirikan Purnomo Prawiro Sudah Bangkrut!

Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

Tiga Alasan Kenapa Klaim JRP Bangun Pagar Laut Dinilai tak Logis, dari Mana Duit Nelayan?

Jangan Lupakan Pesantren dan Madrasah Jadi Penerima Manfaat Program Makan Bergizi Gratis

Pemerintah Tarik Utang Rp 85,9 Triliun Lebih Awal untuk Biayai Anggaran 2025

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2