Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Pemilu    
UU Pemilu
Harus Mundur Saat Menjadi Caleg, PNS Gugat UU Pemilu Legislatif
Tuesday 27 Jan 2015 20:00:39
 

Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, di Jl. Merdeka Barat no 6 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10110?.(Foto: BH/mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi UU No. 18/2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD (UU Pemilu Legislatif) - Perkara No. 14/PUU-XIII/2015 pada Selasa (27/1) siang. Pemohon perkara ini, Fatahillah yang diwakili kuasa hukumnya Fathul Hadie Ustman, merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 51 ayat (1) huruf k, Pasal 51 ayat (1) huruf h, Penjelasan Pasal 68 ayat (2) huruf h, dan Penjelasan Pasal 51 ayat (2) huruf I UU No. 18/2012.

Kerugian konstitusional yang dimaksud oleh Pemohon yakni adanya norma yang menyatakan bahwa PNS yang mencalonkan diri untuk menjadi pejabat negara/anggota legislatif harus mengundurkan diri dari PNS sejak yang bersangkutan mendaftarkan diri menjadi pejabat negara/anggota legislatif.

Selain itu, menurut Pemohon, ada norma yang menyatakan bahwa pernyataan pengunduran diri dari PNS tersebut tidak dapat ditarik kembali dan PNS yang mencalonkan diri menjadi pejabat negara/anggota legislatif tersebut diberhentikan dengan tidak hormat dari PNS.

“Berlakunya pasal-pasal tersebut dalam UU No. 8/2012 bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 28D ayat (2) UUD 1945. Karena dengan diberhentikannya Pemohon untuk dapat mencalonkan diri menjadi calon angota legislatif dan kepala daerah, maka pegawai negeri sipil dapat diberhentikan secara tidak hormat dari pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan tidak memperoleh gaji lagi dari instansi bersangkutan,” tegas Fathul.

“Di samping itu, ada norma yang menyatakan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat apabila menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik,” jelas Fathul Hadie Ustman kepada Majelis Hakim yang dipimpin Wakil Ketua MK Answar Usman.

Menanggapi dalil-dalil yang sudah disampaikan Pemohon, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati menilai permohonan Pemohon tidak jelas dan tidak secara konkrit menjelaskan persoalan inti dalam permohonannya. Sedangkan Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengkritisi bahwa permohonan Pemohon kurang sistematis dalam menyampaikan argumentasi-argumentasinya. “Harus dipisahkan secara sistematis berbagai argumentasi yang akan diungkapkan Pemohon kepada Majelis Hakim,” ucap Palguna.

Sementara Wakil Ketua MK Anwar Usman menasehati Pemohon agar melihat putusan MK terdahulu terkait permohonan Pemohon. “Ada putusan MK terkait pasal-pasal yang kini diuji Saudara. Kami harap Saudara bisa melihat putusan itu,” tandas Anwar Usman.(NanoTresnaArfana/bhc/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Pemerintah Akui Kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia Kubu Irfan Ardiansyah

Dasco Gerindra: Prabowo dan Megawati Tak Pernah Bermusuhan, Saya Saksinya

Pengadilan Tinggi Jakarta Menghukum Kembali Perusahaan Asuransi PT GEGII

Presidential Threshold Dihapus, Semua Parpol Berhak Usulkan Capres-Cawapres

 

ads2

  Berita Terkini
 
Pemuda Pancasila PAC dan Srikandi Sawah Besar Salurkan Bantuan untuk Korban Kebakaran Mangga Dua Selatan

Sri Mulyani Beberkan Alasan Prabowo Ingin Pangkas Anggaran Kementerian hingga Rp 306 Triliun

PKS Dinilai Gagal Move On Buntut Minta Anies Tak Bentuk Parpol, Berkaca Pilkada Jakarta dan Depok

KPK Bawa 3 Koper Setelah Geledah Rumah Wantimpres Era Jokowi

Mardani: Anies atau Ganjar Tidak Mengajak Pendukungnya Menyerang Prabowo

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2