JAKARTA, Berita HUKUM - Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 5 tahun 2020 yang salah satu pasalnya tentang melarang foto dan merekam dalam persidangan yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) RI, menuai kritikan dari berbagai komponen masyarakat.
Menurut Ketua Muda Mahkamah Agung Bidang Pengawasan Andi Samsan Nganro menbantah hal tersebut. Menurutnya bukan untuk membatasi transparansi, tetapi lebih merupakan sebuah perangkat atau pengaturan untuk mewujudkan peradilan yang berwibawa.
"Dimana aparat peradilan yang bersidang serta pihak-pihak lain yang berkepntingan termasuk para jurnalis, merasa lebih aman jika berada di lingkungan pengadilan. Jadi, tidak dilarang hanya perlu izin Hakim atau Ketua Majelis untuk mengaturnya, agar lebih tertib demi kelancaran persidangan tersebut," ujarnya kepada pewarta Beritahukum.com via Whatsapp, Selasa (22/12).
Filosofinya, kata Andi agar lebih dominan kepada faktor keamanan. Agar semua pihak merasa aman berada didalam ruang sidang atau pengadilan.
"Intinya agar persidangan bisa lancar, tertib dan aman, agar dapat mewujudkan peradilan yang berwibawa. Jadi, sama sekali bukan membuat aturan yang membatasi transparansi," jelasnya.
Sasaran dan latarbelakang terbitnyan Perma Nomor 5 Tahun 2020 ini adalah selain untuk menciptakan suasana sidang yang tertib dan lancar. Selain itu imbuh Andi agar aparat peradilan yang menyelenggarakan persidangan serta pihak-pihak yang berkepentingan seperti saksi-saksi, terdakwa dan pengunjung merasa aman.
"Yang terpenting, dengan terbitnya PERMA Nomor 5/2020 tersebut diharapkan mewujudkan peradilan yang berwibawa. Karena tak jarang kita menyaksikan terjadinya insiden atau penyerangan fisik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak puas atas putusan hakim, tersebut," pungkasnya.(bh/ams) |