JAKARTA-Cerita pilu soal tenaga kerja Indonesia (TKI) kembali beredar. Kali ini terhadap anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera Korea Selatan. Mereka menjadi korban kekerasan sekaligus perlakuan kurang pantas dari atasannya, saat kapal itu beroperasi di perairan Selandia Baru.
Perlakuan kekerasan dan kurang pantas terhadap ABK asal Indonesia itu, berupa memukul dan menendang keras bagian tubuh dan kepala mereka. Tidak hanya itu, atasan mereka kerap menyebut kata kasar monyet, babi, kotoran serta kata-kata yang kurang pantas diucapkan untuk ditujukan kepada sesama manusia. Beberapa dari ABK tersebut, bernama Sunardi dan Sodikan.
Berdasarkan rilis yang dikirimkan KBRI Wellington, Selandia Baru, menyebutkan bahwa perusahaan kapal penangkap ikan itu bernama Oyang, berbendera Korea Selatan yang beroperasi di perairan Selandia Baru. “Pelaku kekerasan itu, bukan WN Selandia Baru, melainkan warga Korea Selatan. Dia telah melakukan pemukulan dan pelecehan terhadap ABK asal Indonesia,” demikian isi rilis yang ditanda tangani Konsuler KBRI Wellington, Gufron Hariyanto, Sabtu (16/7).
Kementerian Kelautan Selandia Baru sendiri tidak tinggal dia. Otoritas terkai langsung melakukan penyelidikan serius terhadap perusahaan penangkap ikan Southern Storm Fishing, yang berdomisili di kota Christchurch. Dari investigasi diketahui, ada ABK asal Indonesia yang bekerja tanpa standar pengamanan yang baik. Bahka,n ada praktik kekerasan yang sudah terjadi berbulan-bulan.
Penyelidikan ini dilakukan seiring dengan segera dilaksanakannya perjanjian pasar bebas antara Selandia Baru dan Korea Selatan. Nantinya, akses kapal-kapal asal negeri ginseng akan terbuka di wilayah Selandia Baru. Penyelidikan itu sendiri meliputi segala aspek yang berkaitan dengan syarat-syarat perjanjian itu..
Sementara, serikat pekerja maritim Selandia Baru menilai insiden ini adalah hal yang memalukan secara internasional. Mereka pun mendukung semua upaya penyelidikan dan berharap diberi kesempatan untuk menjelaskan semua tudingan yang ada.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah mendesak pemerintah Indonesia segera menlakukan evakuasi terhadap ABK yang menjadi korban kekerasan serta perlakukan kurang pantas tersebut. Labgkah ini untuk menghindari kemungkinan hal-hal buruk akan menimpa TKI tersebut.
Selain evakuasi, lanjut dia, perlu ada upaya investigatif terhadap agen yang menempatkan ABK Indonesia tersebut. Pasalnya, banyak ABK Indonesia yang bekerja di kapal penangkap ikan berbendera asing itu, digaji tidak layak. Bahkan, gaji mereka terkadang tidak diterima secara utuh. “Jika masih ingin bekerja di kapal, sebaiknya dicarikan kapal yang memberikan gaji serta perlakuan yang layak,” imbuhnya.
Dengan adanya peristiwa ini, kata Anis Hidayah, tidak hanya Menteri KKP yang bertindak. Menlu dan Menakertrans serta BNP2TKI perlu koordinasi dan bertanggung jawab atas apa yang dialami ABK Indonesia tersebut. Sebaiknya pula melakukan investigasi terhadap agen yang menempatkan mereka di kapal-kapal yang kerap mengundang permasalahan tersebut.
Berdasarkan data Migrant Care, saat ini tercatat sekitar 2.500 pekerja asal Indonesia, Vietnam dan Filipina yang bekerja di perusahaan penangkap ikan asing yang beroperasi di Selandia Baru. Rata-rata semua mendapat perlakuan kasar dan dipaksa bekerja tanpa istirahat. Bahkan hanya mendapat penghasilan 260-460 dolar AS per bulannya. Nilai ini sangat jauh dari upah yang menjadi standar intenasional.(dbs/ans)
|